بسم الله الر حمن الر حيم
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد حَبِيبِكَ الشَّافِعِ الْمُشَفَّع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد أَ عْلَى الْوَ رَ ي رُ تْبَةً وَ أَرْ فَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد أَسْمَى الْبَرَ ايَا جَاهًا وَ أَوْ سَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَ اسْلُكْ بِنَا رَ بِّ خَيْرَ مَهْيَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَ عَافِنَا وَ اشْفِ كُلَّ مُوْ جَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَ أَصْلِحِ الْقَلْبَ وَ اعْفُ وَ نْفَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَا كْفِ الْمُعَادِي وَ اصْرِفْهُ وَرْدَ ع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد نَحُلُّ فِي حِصْنِكَ الْمُمَنَّع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد رَ بِّ ارْ ضَ عَنَّا رِ ضَاكَ اْلأَ رْ فَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَ اجْعَلْ لَنَا فِي الْجِنَانِ مَجْمَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد رَ افِقْ بِنَا خَيْرَ خَلْقِكَ اجْمَع
يَا رَبِّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد يَا رَ بِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَ سَلِّمْ
اللهـم صـل وسـلم وبارك علـيه وعلـى آلـه
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad,
Kekasih- Mu pemilik syafa’at yang dilimpahi syafa’at- Mu.
Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad,
Semulia-mulia ciptaan, dalam keagungan dan derajatnya.
Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad,
Makhluk yang termulia kedudukannya, melebihi segenap ciptaan.
Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad,
Jalankanlah kami Wahai Tuhan ke jalan yang paling benar (jalan nabi- Mu).
Ya Allah limpahkanlah shalawat atas Muhammad,
Sembuhkanlah kami dari segala Keluhan penyakit,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Perbaikilah Hati dan ma’afkanlah, dan berilah kami (segala yang) manfa’at,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Bentengilah dari yang sedang memusuhi kami dan hindarkanlah kami dari musuh yang akan datang kepada kami,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Kami berlindung di dalam Benteng- Mu Yang Melindungi dari segala gangguan,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Ya Allah Ridhoilah kami dengan Keridhoan- Mu Yang Agung,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Jadikanlah kami berkompul dengan Nabi- Mu di Surga,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Jadikanlah kami selalu berdampingan dengan Sebaik-baik Ciptaan- Mu,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atas Muhammad,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat atasnya serta Salam Sejahtera,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat dan Salam serta Keberkahan Padanya dan Pada Keluarganya,
بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ
أَعُو ذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّ جِيمِ
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينَا * لِيَغْفِرَ لَكَ اللهُ
مَا تَقَدَّ مَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَ يُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ
وَ يَهْدِ يَكَ صِرَ اطًا مُسْتَقِيمًا * وَ يَنْصُرَ كَ اللهُ
نَصْرً ا عَزِ يزً ا *
لَقَدْ جَاءَ كُمْ رَ سُو لٌ مِنْ أَ نْفُسِكُمْ عَزِ يزٌ عَلَيْهِ
مَا عَنِتُّمْ حَرِ يصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْ مِنِينَ رَ ءُو فٌ
رَ حِايمِ * فَإِنْ تَوَ لَّوْ ا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ
هُوَ عَلَيْهِ تَوَ كَّلْتُ وَ هُوَ رَ بُّ الْعَرْ شِ الْعَطِيمِ *
إِنَّ اللهَ وَ مَلاَ ئِكَتَهُ يُصَلُّو نَ عَلَى النَّبِيِّ
يَا أَيُّهَا الَّذِ ينَ آمَنُوا صَلُّو ا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوا تَسْلِيمًا *
اللهـم صـل وسـلم وبارك علـيه وعلـى آلـه
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.
“ SESUNGGUHNYA KAMI TELAH MEMBENTANGKAN BAGIMU (Wahai Muhammad saw) KEMENANGAN YANG GEMILANG. AGAR DIA ALLAH MENGAMPUNI DOSA-DOSAMU YANG TERDAHULU DAN YANG AKAN DATANG. DAN MENYEMPURNAKAN NI’MAT NYA ATASMU (Wahai Muhammad saw), DAN DIA (Allah) MEMBERIMU PETUNJUK KE JALAN YANG LURUS, DAN ALLAH AKAN MEMBERIKAN PERTOLONGAN PADAMU DENGAN PERTOLONGAN YANG MULIA”,
“ SESUNGGUHNYA TELAH DATANG KEPADAMU UTUSAN DARI GOLONGANMU, DAN SANGAT BERAT BAGINYA (Muhammad saw) APA-APA YANG MENIMPA KALIAN, DAN SANGAT MENJAGA KALIAN (Dari Kemurkaan Allah dan Neraka), DAN IA SANGAT BERLEMAH LEMBUT DAN BERKASIH SAYANG ATAS ORANG-ORANG MU’MIN,
MAKA JIKA MEREKA INGKAR MAKA KATAKANLAH : CUKUPLAH PERTOLONGAN ALLAH BAGIKU, TIADA TUHAN SELAIN DIA, DAN KEPADA NYA AKU BERSERAH DIRI DAN DIA ADALAH PEMILIK ARSY YANG AGUNG”,
“ SESUNGGUHNYA ALLAH DAN PARA MALAIKAT NYA BERSHALAWAT ATAS NABI (saw), WAHAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN BERSHALAWATLAH PADANYA, DAN BERILAH SALAM KEPADANYA DENGAN SEBAIK-BAIK SALAM SEJAHTERA”,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat dan Salam serta Keberkahan Padanya dan Pada Keluarganya.
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي هَدَ انَا
بِعَبْدِه ِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا
إِ لَيْهِ بِاْلإِذْنِ و َقَدْ نَادَ انَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَ لَّنَا وَحَدَ انَا
صَلَّى عَلَيْكَ اللّهُ بَارِ ئُكَ الَّذِي
بِكَ يَا مُشَفَّعُ خَصَّنَا وَحَبَاَنا
مَعَ آلِكَ اْلأَطْهَارِ مَعْدِنِ سِرِّ كَ
اْلأَ سْمَى فَهُمْ سُفُنُ النَّجَاةِ حِمَاَنا
وَعَلَى صَحَا بَتِكَ الْكِرَ امِ حُمَاةِ دِ يـْنِكَ
أَصْبَحُوْ ا لِوَ لاَئِهِ عُنْوَ اَنا
وَ التَّابِعِينَ لَهُمْ بِصِدْقٍ مَا حَدَى
حَادِي الْمَوَدَّةِ هَيَّجَ اْلأَشْجَانَا
وَاللّهِ مَا ذُ كِرَ الْحَبِيْبُ لَدَى الْمُحِبِّ
إِلاَّ وَ أَضْحَى وَالِهًا نَشْوَ انَا
أَيْنَ الْمُحِبُّو نَ الَّذِ يْنَ عَلَيْهِمُ
بَذْ لُ النُّفُو سِ مَعَ النَّفَائِسِ هَانَا
لاَ يَسْمَعُو نَ بِذِ كْرِ طهَ الْمُصْطَفَى
إِلاَّ بِهِ انْتَعَشُوْا وَ أَذْ هَبَ رَاَنا
فَا هْتَا جَتِ اْلأَرْ وَاحُ تَشْتَاقُ اللِّقَا
وَ تَحِنُّ تَسْأَلُ رَبَّهَا الرّ ِضْوَ انَا
حَالُ الْمُحِبِّيْنَ كَذَا فَاسْمَعْ إِلَى
سِيَرِ الْمُشَفَّعِ وَ ارْ هِفِ اْلآذَا نَا
وَانْصِتْ إِلَى أَوْ صَافِ طهَ الْمُجْتَبَى
وَاحْضِرْ لِقَلْبِكَ يَمْتَلِىْء وِ جْدَ انَا
{ يَا رَ بَّنَا صَلِّ وَسَلِّمْ دَ ائِمًا
عَلَى حَبِيْبِكَ مَنْ إِلَيْكَ دَعَانَا}
اللهـم صـل وسـلم وبارك عـليه وعـلى آلـه
Segala puji bagi Allah yang telah memberi kita petunjuk,
Melalui Hamba- Nya yang terpilih(saw) yang telah menyeru kami
Kepada Nya dengan Izin Nya, dan sungguh Beliau (saw) telah menyeru kami,
Kami datang kepadamu Wahai Yang telah Menunjuki kami ke jalan yang benar (kami mendatangi panggilanmu Wahai Nabi saw), dan yang telah menyeru kami dengan Lemah Lembut dan Bahasa Indah,
Limpahan Shalawat padamu dari Allah yang telah Menciptakanmu,
Yang denganmu Wahai Pembawa Syafa’at, telah membuat kami Terpilih dan Terkasihi,
Juga pada Keluargamu yang Suci, sebagai Sumber-sumber Rahasiamu
Yang Tinggi, maka merekalah Bahtera Penyelamat yang Membentengi kami,
Dan pada Para Sahabatmu yang Mulia, yang menjadi Dinding Penyelamat bagi Ajaranmu dan Figur Panutan bagi Pencintanya (saw),
Juga terhadap para Tabi’in setelah mereka, yang mengikuti mereka dengan jujur dan bersungguh-sungguh,
Sebanyak puji pujian Kerinduan yang Merobohkan Kesedihan,
Demi Allah tidaklah diperdengarkan Nama Sang Kekasih (saw) pada orang yang mencintainya,
Maka akan tersentak gembira dan hilanglah segala kesusahan,
Dimanakah Para Pecinta, yang mereka itu rela berkorban dengan Nyawa dan meremehkan hal-hal yang berharga (yang bersifat duniawi),
Tidaklah mereka mendengar sebutan Nama Thaahaa Al Musthafa (saw),
Maka bangkitlah Semangat dan hilanglah segala Kegundahan hati,
Maka Bergetarlah ruh-ruh merindukan perjumpaan, dan merintih memohon Keridhoan dari Tuhan Nya,
Begitulah keadaan para Pecinta maka dengarlah Perjalanan Hidup Sang Pembawa Syafa’at dan Konsentrasikanlah Pendengaran,
Maka Simaklah akan sifat-sifat Thaahaa (saw), Imam yang Terpilih
Dan hadirkanlah hatimu, niscaya terpenuhilah hatimu dengan Kerinduan padanya (saw),
Wahai Tuhan Kami Limpahkanlah Shalawat dan Salam Sejahtera Selamanya,
pada Kekasih Mu yang telah menyeru kami Kepada Mu,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat dan Salam serta Keberkahan Padanya dan Pada Keluarganya
نَـبَّأَنَا اللّهُ فَقَالَ : جَاءَ كُمْ
نُو رٌ فَسُبْحَانَ الَّذِي أَنْبَانَا
وَالنُّو رُ طهَ عَبْدُ هُ مَنَّ بِهِ
فِي ذِ كْرِ هِ أَعْظِمْ بِهِ مَنَّانَا
هُوَ رَ حْمَةُ الْمَوْ لَى تَأَمَّلْ قَوْ لَهُ
{ فَلْيَفْرَ حُو ا} وَ اغْدُ بِهِ فَرْ حَانَا
مُسْتَمْسِكًا بِالْعُرْ وَةِ الْوُ ثْقَى
وَ مُعْتَصِمًا بِحَبْلِ اللّهِ مَنْ أَنْشَانَ
وَاسْتَشْعِرَنْ أَنْوَ ارَ مَنْ قِيلَ : مَتَى
كُنْتَ نَبِيَّا، قَالَ : آدَ مُ كَانَا
بَيْنَ التُّرَ ابِ وَ بَيْنَ مَاءٍ فَاسْتَفِقْ
مِنْ غَفْلَةٍ عَنْ ذَا وَ كُنْ يَقْظَانَا
وَ اعْبُرْ ِإ لَى أَسْرَ ارِ رَ بِّي لَمْ يَزَ لْ
يَنْقُلُنِي بَيْنَ الْخِيَارِ مُصَانَا
لَمْ تَفْتَرِ قْ مِنْ شُعْبَتَيْنِ إِلاَّ أَ نَا
فِي خَيْرِ هَا حَتَّى بُرُ و زِ يَ آ نَا
فَأَنَا خِيَارٌ مِنْ خِيَارٍ قَدْ خَرَ جْـتُ
مِنْ نِكَا حٍ لِي إِلهِيَ صَانَا
طَهَّرَ هُ اللّهُ حَمَاهُ اخْتَارَ هُ
وَ مَا بَرَ ى كَمِثْلِهِ إِ نْسَانَا
وَ بِحُبِّهِ وَ بِذِ كْرِ هِ وَ النَّصْرِ وَ التَّـ
ـوْ قِيرِرَ بُّ الْعَرْ شِ قَدْ أَوْ صَانَا
{يَا رَ بَّنَا صَلِّ وَ سَلِّمْ دَ ائِمًا
عَلَى حَبِيبِكَ مَنْ إِلَيْكَ دَ عَانَا}
اللهـم صـل وسـلم وبارك عـليه وعـلى آلـه
Maka telah datang kabar dari yang berfirman : “ TELAH DATANG KEPADAMU CAHAYA ….. “ (QS Al Maidah : 15), Maha Suci Yang Telah Mengabarkannya kepada kita,
Dan cahaya Thaahaa Hamba- Nya, terlimpahkan dengan mengingatnya (saw), maka Agungkanlah Sang Pemberi Anugerah,
Dia (saw) adalah Rahmat dari Sang Pencipta, maka renungkanlah Firman Nya : “ MAKA BERGEMBIRALAH KAMU “, (“KATAKANLAH : DENGAN DATANGNYA ANUGERAH ALLAH DAN RAHMATNYA MAKA DENGAN ITU KALIAN BERGEMBIRALAH“) maka bergegaslah untuk bergembira dengan Kedatangannya (saw),
Dengan berpegang teguh pada Tali terkuat (Al Qur’an dan Hadits) dan berusahalah senantiasa berada di Jalan Allah, yang telah menciptakan kita,
Renungkanlah Cahaya cahaya (Rasul saw) yang ketika dikatakan kepadanya (saw) “sejak kapankah Kenabianmu ?” , maka sabdanya kenabianku sejak Adam As,
Masih berada diantara Air dan Tanah “, maka sadarlah kamu dari kelalaianmu itu dan bangkitlah sadar,
Maka fahamilah rahasia-rahasia Tuhanku yang selalu memindahkanku (saw) diantara Sulbi orang mulia ke sulbi orang yang mulia dan terpilih,
Tidaklah terpisah dari dua kelompok (Suku), terkecuali aku berada pada yang terbaik, begitulah hingga aku dilahirkan,
Maka aku adalah yang terpilih dari yang terpilih, dan aku terlahir dari pernikahan yang Tuhanku telah menjaganya,
Allah telah menyucikan (saw), serta menjaga dan memilihnya (saw), maka tidaklah pernah Allah memunculkan manusia menyerupainya (saw),
Dan dengan mencintainya dan mengingatnya serta membantu syari’atnya dan dengan penghormatan padanya (saw) Allah pencipta Arsy telah mewasiatkan kita,
Wahai Tuhan Kami Limpahkanlah Shalawat dan Salam Sejahtera Selamanya, Pada Kekasih Mu yang telah menyeru kami Kepada- Mu,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat dan Salam serta Keberkahan Padanya dan Pada Keluarganya,
هذَا وَ قَدْ نَشَرَ اْلإِ لهُ نُعُوتَهُ
فِي الْكُتْبِ بَيَّنَهَا لَنَا تِبْيَانَا
أَخَذَ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا
آتَيْتُكُمْ مِنْ حِكْمَةٍ إِحْسَانَا
وَجَاءَ كُمْ رَسُولُنَا لَتُؤْ مِنُنَّ
وَ تَنْصُرُو نَ وَ تُصْبِحُو نَ أَعْوَ انَا
قَدْ بَشَّرُوْ ا أَقْوَ ا مَهُمْ بِالْمُصْطَفَى
أَعْظِمْ بِذَلِكَ رُتْبَةً وَ مَكَانَا
فَهُوَ وَ إِنْ جَاءَ اْلأَ خِيرُ مُقَدَّ م ٌ
يَمْشُونَ تَحْتَ لِوَ اءِ مَنْ نَادَ انَا
يَا أُمَّةَ اْلإِ سْلا َمِ أَوَّ لُ شَافِعٍ
وَ مُشَفَّعٍ أَنَا قَطُّ لاَ أَتَوَ انَى
حَتَّى أُنَادَ ى ارْ فَعْ وَ سَلْ تُعْطَ وَ قُلْ
يُسْمَعْ لِقَوْ لِكَ نَجْمُ فَخْرِكَ بَانَا
وَ لِوَ اءُ حَمْدِ اللّهِ جَلَّ بِيَدِ ي
وَ َلأَ وَّ لاً آتِي أَنَا الْجِنَانَـا
وَ أَ كْرَ مُ الْخَلْقِ عَلَى اللّهِ أَنَا
فَلَقَدْ حَبَاكَ اللّهُ مِنْهُ حَنَانَا
وَ لَسَوْ فَ يُعْطِيكَ فَتَرْ ضَى جَلَّ مِنْ
مُعْطٍ تَقَاصَرَ عَنْ عَطَا هُ نُهَانَا
بِاللّهِ كَرِّرْ ذِ كْرَ وَ صْفِ مُحَمَّدٍ
كَيْمَا تُزِ يحَ عَنِ الْقُلُو بِ الرَّ انَا
{يَا رَ بَّنَا صَلِّ وَ سَلِّمْ دَائِمًا
عَلَى حَبِيبِكَ مَنْ إِلَيْكَ دَعَانَا}
اللهـم صـل وسـلم وبارك علـيه وعلـى آلـه
Begitulah, dan telah Tuhan sebarkan tentang sifat-sifatnya (saw) dalam kitab kitab terdahulu dan Al Qur’an yang menjelaskannya dengan sejelas jelasnya,
Dia (Allah) telah mengambil Perjanjian dari para Nabi ketika telah Kudatangkan pada kalian Hikmah dan Kemuliaan,
Dan datanglah pada kalian (wahai para Nabi) Utusan Kami (saw) maka agar kalian (wahai para Nabi) beriman padanya, dan kalian (wahai para Nabi) mendukungnya (saw), dan agar kalian (wahai para Nabi) menjadi pengikutnya,
Dan bahwasannya Para Nabi terdahulu telah memberi kabar gembira pada umat umat mereka akan kedatangan nabi terpilih, maka Muliakanlah Martabat dan Kedudukkannya,
Maka apabila telah datang hari kiamat, para Nabi terdahulu berjalan di bawah naungan Panji Sang Nabi (saw) yang telah menyeru kita,
Wahai Umat Islam, aku adalah yang pertama Sebagai Pemberi Syafa’at dan yang Pertama menyebarkannya, dan tidaklah aku ragu dan memperlambat,
Hingga diserukan kepadaku (ketika bersujud memohon syafa’at) angkatlah kepalamu (wahai Muhammad), dan katakanlah permintaanmu niscaya Ku kabulkan permohonanmu dan bicaralah niscaya Ku dengar pembicaraanmu, sungguh Bintang Kemuliaanmu (Wahai Nabi saw) sungguh jelas dan terang,
Dan Panji Pujian kepada Allah Yang Maha Perkasa berada di tanganku (saw) dan aku (saw) adalah manusia pertama yang mendatangi surga- Nya,
Dan aku (saw) telah menjadi ciptaan yang paling mulia di sisi Allah, maka sungguh engkau (wahai nabi) telah terpelihara oleh Allah dengan kasih sayang- Nya,
“DAN AKAN DIA LIMPAHKAN KEPADAMU (saw) ANUGERAH KAMI HINGGA ENGKAU (saw) PUAS” (dan ayat ini) merupakan tanda kebesaran dari Yang Maha Pemberi, dan pemberian itu merupakan hal yang akal sulit untuk menerimanya (seperti banyaknya Mukzijat beliau saw),
Demi Allah ulang-ulanglah peringatan sifat-sifat Muhammad, agar menjadi penawar dan pengikis kotoran-kotoran hati,
Wahai Tuhan Kami Limpahlanlah Shalawat dan Salam Sejahtera Selamanya pada Kekasih Mu yang telah menyeru kami Kepada- Mu,
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat dan Salam serta Keberkahan Padanya dan Pada Keluarganya,
لَمَّا دَ نَا وَ قْتُ الْبُرُو ز ِ ِلأَ حْمَدٍ
عَنْ إِذْنِ مَنْ مَا شَاءَ هُ قَدْ كَانَـا
حَمَلَتْ بِهِ اْلأُ مُّ اْلأ َمِينَةُ بِنْتُ وَ هـ
بٍ مَنْ لَهَا أَعْلَى اْلإِ لهُ مَكَانَا
مِنْ وَ الِدِ الْمُخْتَارِ عَبْدِ اللّهِ بْنِ
عَبْدٍ لِمُطَّلِبٍ رَ أَى الْبُرْ هَانَا
قَدْ كَانَا يَغْمُرُ نُورُ طهَ وَجْهَهُ
وَسَرَ ى إِلَى اْلاِ بْنِ الْمَصُونِ عَيَانَا
وَهُوَ ابْنُ هَاشِمٍ الْكَرِ يمِ الشَّهْمِ بْنِ
عَبْدِ مَنَافٍ اِبْنِ قُصَيٍّ كَانَا
وَ الِدُ هُ يُدْعَى حَكِيمًا شَأْ نُهُ
قَدِ اعْتَلَى أَعْزِزْ بِذ لِكَ شَانَا
وَاحْفَظْ أُصُو لَ الْمُصْطَفَى حَتَّى تَرَى
فِي سِلْسِلا َتِ أُصُو لِهِ عَدْنَانَا
فَهُنَاكَ قِفْ وَ اعْلَمْ بِرَ فْعِهِ إِ لَى السْـ
مَاعِيلَ كَانَا لِلأَبِ مِعْوَ انَا
وَ حِينَمَا حَمَلَتْ بِهِ آمِنَةٌ
لَمْ تَشْكُ شَيْئًا يَأْ خُذُ النِّسْوَ انَا
وَبِهَا أَحَاطَ اللُّطْفُ مِنْ رَ بِّ السَّمَا
أَ قْصَى اْلأَ ذَى وَ الْهَمَّ وَ اْلأَ حْزَ انَا
وَ رَ أَتْ كَمَا قَدْ جَاءَ مَا عَلِمَتْ بِهِ
أَنَّ الْمُهَيْمِنَ شَرَّ فَ اْلأَ كْوَ انَا
بِالطُّهْرِ مَنْ فِي بَطْنِهَا فَاسْتَبْشَرَ تْ
وَ دَ نَا الْمَخَاضُ فَأُتْرِ عَتْ رِ ضْوَ انَا
وَ تَجَلَّتِ اْلأَ نْوَ ارُ مِنْ كُلِّ الْجِهَا
تِ فَوَ قْتُ مِيلاَ دِ الْمُشَفَّعِ حَانَا
وَقُبَيْلَ فَجْرٍ أَبْرَ زَتْ شَمْسُ الْهُدَى
ظَهَرَ الْحَبِيبُ مُكَرَّ مًا وَ مُصَانَا
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُللهِ وَلاَ إلهَ إِلاَ اللهُ وَاللهُ أَ كْبَرُ أربعًا
وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِـاللهِ الْعَلِيِّ الْعَطِيمِ فِـي كُــلِّ لَـحْظَةٍ أَبَدًا
عَدَدَ خَلْـقِهِ وَرِضَا نَـفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْ شِهِ وَ مِدَادَ كَـلِمَاتِهِ.
Ketika telah dekat waktu kelahiran Ahmad (saw) dari Izin Nya, yang apabila menghendaki sesuatu tidaklah akan terhalang,
Ia (saw) berada di dalam kandungan Sang Ibu Aminah binti Wahb, yang baginya telah Allah Muliakan Martabatnya (sebagai ibu bagi sebaik baik ciptaan),
Dari ayah Sang Hamba yang terpilih (saw), yaitu (ayahnya itu) Abdullah bin Abdul Muthalib yang melihat tanda-tanda (Isyarat Kenabian),
Telah terjadi bahwa wajahnya (ayahnya) diterangi Cahaya Thaahaa (saw) yang kemudian berpindah kepada Sang Anak yang terjaga ini (cahaya itu) terlihat dengan jelas,
Dan dia adalah keturunan Hasyim yang Mulia dan Perkasa , putra Abdu Manaaf, Keturunan Qushay yang dahulu,
Ayahnya digelari Hakiim (orang yang adil) dan kepribadiannya telah termasyur, maka berbanggalah dengan kepribadian itu,
Dan hafalkanlah silsilah keturunan Nabi yang Terpilih hingga kau temukan silisilahnya pada (datuknya) Adnan,
Apabila telah sampai kepada Adnan maka berhentilah, (bahwa setelah Adnan, banyak riwayat yang berbeda) dan ketahuilah bahwa nasabnya bersambung hingga Ismail As (putra Ibrahim As) yang telah menjadi pendukung Ayahnya (Ibrahim As),
Dan ketika Aminah (ra) mengandungnya (saw) tidaklah Ia (Ibundanya ra) merasa sakit sebagaimana keluhan wanita hamil,
Baginya (Aminah ra) selubung Kelembutan dari Allah Pemelihara Langit, hilanglah segala gangguan, kegelisahan dan kesedihan,
Kemudian ia (Aminah ra) menyaksikan sebagaimana yang telah diketahuinya, bahwa Yang Maha Pemelihara telah memuliakan Alam Semesta,
Dengan kesucian bayi di dalam kandungannya, maka iapun bergembira ketika telah dekat saat saat kelahiran, maka berluapanlah limpahan keridhoan Nya, (Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, 4X)
Maka Muncullah Cahaya Cahaya dari segala penjuru dan Detik Kelahiranpun tiba,
Beberapa saat sebelum terbitnya fajar Muncullah Matahari Hidayah, Lahirlah Sang Kekasih yang Termuliakan dan Terjaga,
صَلَّى اللّهُ عَلَى مُحَمَّد صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم
يَا نَبِي سَلاَ مُ عَلَيْكَ يَا رَسُو ل سَلاَ مُ عَلَيْكَ
يَا حَبِيب سَلاَ مُ عَلَيْك صَلَو اتُ اللّه عَلَيْكَ
أَبْرَ زَ اللّهُ الْمُشَفَّع صَاحِبُ الْقَدْ رِ الْمُرَ فَّع
فَمَلاَ النُّو رُ النَّوَ احِي عَمَّ كُلَّ الْكَوْنِ أَجْمَع
نُكِسَتْ أَصْنَامُ شِرْ كٍ وَ بِنَا الشِّرْ كُ تَصَدَّ ع
وَ دَ نَا وَ قْتُ الْهِدَ ايَة وَ حِمَى الْكُفْرِ تَزَعْزَ ع
مَرْ حَبًا أَهْلاً وَ سَهْلاً بِكَ يَا ذَا الْقَدْرِ اْلأَ رْ فَع
يَا إِمَامَ اهْلِ الرِّ سَالَة مَنْ بِهِ اْلآ فَاتِ تُدْ فَع
أَنْتَ فِي الْحَشْرِ مَلاَ ذٌ لَكَ كُلُّ الْخَلْقِ تَفْزَ ع
وَ يُنَادُ ونَ تَرَ ى مَا قَدْدَهَى مِنْ هَوْلٍ أَفْظَع
طَلَعَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّةِ الْوَ دَاع
وَ جَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَ عَا لِلّهِ دَاع
فَلَهَا أَنْتَ فَتَسْجُد وَ تُنَادَ ى أشْفَع تُشَفَّع
فَعَلَيْكَ اللّهُ صَلَّى مَا بَدَ ى النُّو رُ وَ شَعْشَع
وَ بِكَ الرَّ حْمنَ نَسْأَل وَ أِلهُ الْعَرْشِ يَسْمَع
يَا عَظِيمَ الْمَنِّ يَا رَ بّ شَمْلَنَا بِالْمُصْطَفَى اجْمَع
وَ بِهِ فَا نْظُرْ إِلَيْنَا وَ اعْطِنَا بِه كُلَّ مَطْمَع
وَ ا كْفِنَا كُلَّ الْبَلاَ يَا وَ ادْ فَعِ اْلآ فَاتِ وَ ارْفَع
رَبِّ فَا غْفِرْ لِي ذ ُنُو بِـي بِبَرْكَةِ الْهَادِي الْمُشَفَّع
وَ اسْقِنَا يَا رَبّ أَغِثْنَا بِحَيَا هَطَّالِ يَهْمَع
وَ اخْتِمِ الْعُمْرَ بِحُسْنَى وَاحْسِنِ الْعُقْبَىوَمَرْجَع
وَ صَلاَ ةُ اللّهِ تَغْشَى مَنْ لَهُ الْحُسْنُ تَجَمَّع
أَ حْمَدَ الطُهْرَ وَ آلِه وَ الصَّحَابَة مَالسَّنَا شَع
اللهـم صـل وسـلم وبارك علـيه وعلـى آلـه
Bershalawat Allah kepada (Nabi) Muhammad
Bershalawat Allah padanya dan memberi salam sejahtera (3x)
Wahai Nabi salam sejahtera bagimu, Wahai Rasul salam sejahtera bagimu.
Wahai Kekasih salam sejahtera bagimu, Shalawat Allah bagimu.
Telah tiba dengan kehendak Allah sang penberi syafa’at, Yang memiliki derajat yang dimuliakan.
Maka limpahan cahaya memenuhi segala penjuru, Meliputi seluruh alam semesta.
Maka berjatuhanlah patung-patung berhala di ka’bah, Dan tumbanglah sendi-sendi kemusyrikan.
Maka dekatlah saat-saat petunjuk, Dan benteng kekafiranpun berguncang.
Salam sejahteralah atas kedatanganmu, Wahai sang pemilik derajat yang mulia.
Wahai Imam dan pemimpin para Rasul, Yang dengannya bencana-bencana terhapuskan.
Engkaulah satu-satunya harapan di hari Qiamat, Kepadamulah seluruh ciptaan berlindung dari kemurkaan Allah.Kemudian mereka datang memanggil-manggilmu dengan penuh harapan, Ketika menyaksikan dahsyatnya kesulitan dan rintangan.
Maka karena itulah engkau (SAW) bersujud kehadirat Tuhanmu,
Maka diserukan kepadamu berikanlah syafa’at, karena engkau diizinkan memberi syafa’at.
Maka atasmu limpahan shalawat dari Allah, Selama cahaya masih bersinar terang benderang.
Dan denganmu (SAW) kami memohon kepada Ar Rahmaan, Maka pencipta Arsy mendengar do’a kami.
Wahai pemberi anugerah yang mulia, Wahai Tuhan, Kumpulkanlah kami dengan AlMusthafa (SAW).
Dan demi Dia (SAW), maka pandanglah kami dengan kasih sayangmu, Dan berilah kami segala yang kami inginkan.
Dan hindarkanlah kami dari segala bencana, Dan jauhkanlah segala kesulitan, dan angkatlah sejauh-jauhnya.
Dan siramilah Wahai Tuhanku serta tolonglah kami, Dengan lebatnya curahan rahmat- Mu.
Dan akhirilah usia kami dengan husnul khatimah, Dan terimalah kami dengan baik saat kembali kepada- Mu
Dan terlimpahlah shalawat dari Allah, Baginya (SAW) yang kepadanya terkumpul segala kebaikan.
Ahmad yang tersuci serta keluarganya, Dan sahabatnya sebanyak pijaran cahaya.
Ya Allah Limpahkanlah Shalawat dan Salam Sejahtera serta Keberkahan Padanya dan Pada Keluarganya,
الدعاء
DO’A PENUTUP
وَ لَقَدْ أَشَرْ تُ لِنَعْتِ مَنْ أَوْ صَافُهُ
تُحْيِي الْقُلُو بَ تُهَيِّجُ اْلأَ شْجَانَا
وَ اللّهُ قَدْ أَ ثْنَى عَلَيْهِ فَمَا يُسَا
وِ ي الْقَوْ لُ مِنَّا أَوْ يَكُو نُ ثَنَانَا
لَكِنَّ حُبَّا فِي السَّرَ ائِرِ قَدْ دَعَا
لِمَدِ يحِ صَفْوَ ةِ رَ بِّنَا وَ حَدَ انَا
وَ إِذِ امْتَزَ جْنَا بِالْمَوَ دَّةِ ههُنَا
نَرْ فَعُ أَيْدِ ي فَقْرِ نَا وَ رَ جَانَا
لِلْوَ ا حِدِ اْلأ َحَدِ الْعَلِيِّ إِلهِنَا
مُتَوَ سِّلِينَ بِمَنْ إِلَيْهِ دَعَانَا
مُخْتَارِ هِ وَ حَبِيبِهِ وَ صَفِيِّهِ
زَ يْنِ الْوُ جُو دِ بِهِ اْلإِ لهُ حَبَانَا
يَا رَ بَّنَا يَا رَ بَّنَا يَا رَ بَّنَا
بِالْمُصْطَفَى اقْبَلْنَا أَ جِبْ دَ عْوَ انَا
أَ نْتَ لَنَا أَ نْتَ لَنَا يَا ذُ خْرَ نَا
فِي هذِ هِ الدُّ نْيَا وَ فِي أُ خْرَ انَا
أَصْلِحْ لَنَا اْلأَ حْوَ الَ وَ اغْفِرْ ذَنْبَنَا
وَ لاَ تُؤَ اخِذْ رَ بِّ إِنْ أَ خْطَانَا
وَ اسْلُكْ بِنَا فِي نَهْجِ طهَ الْمُصْطَفَى
ثَبِّتْ عَلَى قَدَ مِ الْحَبِيبِ خُطَانَا
أَرِ نَا بِفَضْلٍ مِنْكَ طَلْعَةَ أَحْمَدٍ
فِي بَهْجَةٍ عَيْنُ الرِّ ضى تَرْ عَانَا
وَ ارْ بُطْ بِهِ فِي كُلِّ حَالٍ حَبْلَنَا
وَ حِبَالَ مَنْ وَدَّ وَ مَنْ وَ الاَ نَا
وَ الْمُحْسِنِينَ وَ مَنْ أ َجَابَ نِدَ اءَ نَا
وَ ذَوِ ي الْحُقُو قِ وَ طَالِبًا أَوْ صَانَا
وَ الْحَاضِرِ ينَ وَ سَاعِيًا فِي جَمْعِنَا
هَا نَحْنُ بَيْنَ يَدَ يْكَ أَنْتَ تَرَ انَا
وَ لَقَدْ رَ جَوْ نَاكَ فَحَقِّقْ سُؤْ لَنَا
وَ اسْمَعْ بِفَضْلِكَ يَا سَمِيعُ دُعَانَا
وَ انْصُرْ بِنَا سُنَّةَ طهَ فِي بِقَا
عِ اْلأَ رْضِ وَ اقْمَعْ كُلَّ مَنْ عَادَ انَا
وَ انْظُرْ إِلَيْنَا وَ اسْقِنَا كَأْسَ الْهَنَا
وَ اشْفِ وَ عَافِ عَاجِلاً مَرْ ضَانَا
وَ اقْضِ لَنَا الْحَاجَاتِ وَ احْسِنْ خَتْمَنَا
عِنْدَ الْمَمَاتِ وَ أَصْلِحَنْ عُقْبَانَا
يَا رَ بِّ وَ اجْمَعْنَا وَ أَحْبَابًا لَنَا
فِي دَ ارِكَ الْفِرْ دَ وْسِ يَا رَ جْوَ انَا
بِالْمُصْطَفَى صَلِّ عَلَيْهِ وَ آلِهِ
مَا حَرَّ كَتْ رِ يحُ الصَّبَا أَغْصَانَا
سُبْحَانَ رَ بِّكَ رَ بِّ الْعِزَّ ةِ عَمَّا يَصِفُونَ
وَ سَلاَ مٌ عَلَى الْمُرْ سَلِينَ
وَ الْحَمْدُ لِلّهِ رَ بِّ العَالَمِينَ
Maka telah ku Isyaratkan untuk menyifatkan Budi Pekerti (Beliau saw) yang menghidupkan dan mengguncang luruhkan kegundahan,
Dan Allah Telah Memujinya maka apalah artinya pujian kita dan bagaimana (pujian kita ini) dinamakan pujian,
Akan tetapi cinta kasih dalam sanubari telah menuntut untuk memuji hamba Pilihan Pencipta kita yang telah menyeru kita dengan Kelembutan,
Maka setelah kita berpadu dengan cinta dan kasih sayang (terhadap Nabi saw) maka disinilah kita mengangkat kedua tangan kita yang hina dina untuk berdo’a dengan penuh pengharapan,
Kepada Tuhan Yang Maha Tunggal dalam Ke Esaan Nya, serta Maha Mulia dengan mengambil perantara pada yang telah menyeru kita Kepada Nya,
Hamba- Nya yang terpilih, Kekasih- Nya serta hamba- Nya yang Terkemuka dan sebaik-baik Ciptaan di Alam Semesta yang dengannya (saw) Allah telah menciptakan kita,
Wahai Tuhan kami, Wahai Tuhan Kami, Wahai Tuhan kami, Demi Nabi yang Terpilih Terimalah Kami dan Kabulkanlah Do’a Kami,
Hanya Engkaulah Harapan Kami, Hanya Engkaulah Harapan Kami, Wahai satu-satunya Tempat Memohon dan Harapan di Dunia dan di Akhirat kami,
Perbaikilah Keadaan Kami dan Ampunilah Dosa-Dosa Kami dan Janganlah Engkau Murkai Kami apabila kami berbuat kesalahan,
Dan jadikanlah kami selalu berjalan pada ajaran Nabi Thaahaa (saw) yang terpilih dan kuatkanlah serta tetapkanlah langkah-langkah kami pada jalan yang telah dilalui oleh Sang Kekasih,
Dan Perlihatkanlah kami Demi Anugerah dari Mu, Wajah Nabi Mu dalam Gemilangnya Kegembiraan dengan Pandangan Kasih Sayang serta Keridhoan yang selalu menaungi kami,
Dan ikatlah kami selalu dengan Beliau (saw) dalam segala gerak-gerik kami, dan juga orang-orang yang mengikuti kami dan mencintai kami,
Demikian pula orang-orang yang beramal shalih dan orang-orang yang mendengar da’wah kami, orang yang kami berhutang budi pada mereka dan orang-orang yang memohon nasehat dari kami,
Juga atas para hadirin dan penyelenggara, maka Wahai Allah Inilah kami di hadapan Mu dan Engkau Melihat Kami,
Dan bahwasanya kami Mengharapkan Mu, maka Kabulkanlah Permohonan kami dan Dengarlah demi Kemurahan Mu, Do’a Kami wahai Yang Maha Mendengar,
Dan Pilihlah Kami sebagai Penolong Sunnah Thaahaa (saw) di Seluruh Pelosok Bumi, dan Hancurkanlah semua yang memusuhi kami,
Dan Pandanglah Kami dengan Kasih Sayang Mu dan berilah kami minuman dari cangkir-cangkir (Mahabbah Rasul saw) dan Sembuhkanlah Penyakit yang ada pada kami dengan segera,
Dan kabulkanlah segala hajat kami dan akhirilah hidup kami dengan kebaikan dan jadikanlah kebaikan pula di hari kemudian,
Wahai Allah Kumpulkanlah Kami Bersama Kekasih-Kekasih Kami di surga Firdaus- Mu Wahai yang hanya kepada Nya harapan kami,
Demi Hamba (saw) yang terpilih yang Limpahan Shalawat selalu atasnya dan atas keluarga serta keturunannya sebanyak hembusan angin di pagi hari,
Maha Suci Tuhanmu Pencipta Yang Maha Memiliki Kekuasaan, dari apa yang mereka sifatkan,
Dan Salam Sejahtera atas Para Rasul,
Dan Segala Puji Bagi Allah Pencipta Seluruh Alam,
Selasa, Agustus 05, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Informasi tambahan :
Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (1)
Ditulis oleh orgawam di/pada Juni 22, 2008
Berikut kami temukan kitab terjemah dari karangan al-‘Allamah asy-Syaikh as-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki al-Hasani berjudul “Holal Ihtefaal Bezikra-al Moulidin Nabawee al-Shareef”
(حول الاحتفال بذكرى المولد)
Dari sumber di sini: http://al-fanshuri.blogspot.com/
Tulisan asli di web sumber ada berjilid-jilid. Tulisan sangat panjang, maka berkonsentrasilah.
Sekitar Peringatan Maulid Nabi Yang Mulia صلى الله عليه وسلم
Mengapa Kita Memperingati Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم?
Banyak pendapat telah disuarakan dari segi hukum mengenai memperingati maulid junjungan kita Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Bagaimana pun tidaklah menjadi tujuan saya yang utama untuk membahaskan soal ini, karena apa yang sering saya fikirkan dan difikirkan oleh para cendikiawan, adalah mengenai masalah-masalah yang jauh lebih penting daripada perkara ini. Tetapi oleh karena desakan para shahabat yang ingin mengetahui pendapat saya dalam hal ini dan karena saya takut terdiri dalam golongan mereka yang menyembunyikan ilmu pengetahuan, maka saya menuliskan risalah ini dengan harapan agar Allah Ta’ala mengarahkan kita semua ke jalan yang benar. آمين
Sebelum saya membentangkan dalil-dalil saya mengenai mengadakan sambutan Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم, saya suka menjelaskan di sini beberapa perkara:-
Pertama: Kami mengatakan harus memperingati maulid baginda صلى الله عليه وسلم dan harus berkumpul untuk mendengar sirah Rasulullah صلى الله عليه وسلم, bershalawat kepadanya, mendengar qasidah-qasidah yang memujinya, mengadakan jamuan makan, yang mana semua ini akan menimbulkan kegembiraan dan ketenangan di hati sanubari kaum muslimin.
Kedua: Kami tidak mengatakan sunnah memperingati maulid baginda صلى الله عليه وسلم, pada malam tertentu sahaja, malah siapa yang mengi’tiqadkan sedemikian, sebenarnya dia telah membuat satu bid’ah didalam agama. Sebab mengingati dan menghayati sejarah صلى الله عليه وسلم itu adalah wajib dilakukan pada setiap waktu dan masa dengan sepenuh jiwa.
Memang benar, memperingati maulid baginda صلى الله عليه وسلم pada bulan keputeraannya merupakan seruan yang lebih kuat dalam mengumpulkan lebih ramai umat Islam untuk menghadiri majlis-majlis tersebut. Ini akan meninggikan lagi syiar Islam, menghubungkan kisah-kisah zaman dahulu dengan zaman kini, dan mendatangkan manfaat bagi mereka yang tidak hadir daripada mereka yang hadir.
Ketiga: Kumpulan-kumpulan seperti ini merupakan satu perantaraan dan peluang emas untuk berdakwah. Kesempatan ini harus tidak diabaikan, terutama sekali apabila menjadi satu kewajipan bagi para pendakwah dan para ulama untuk mengingatkan umat Islam tentang riwayat hidup Rasulullah صلى الله عليه وسلم, mengenalkan mereka tentang akhlaq, pergaulan, ibadah baginda serta mengajak mereka kepada kebaikan, dan menjauhkan diri mereka daripada bencana, bid’ah dan fitnah.
Dalil-dalil Yang Mengharuskan Memperingati Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم
Dalil Pertama
Bahawa memperingati maulid Nabi صلى الله عليه وسلم, melambangkan satu kegembiraan dan kebahagiaan terhadap junjungan kita Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Malah orang kafir (abu Lahab) juga mendapat manfaat dengan kegembiraan ini.(1)
Telah disebutkan di dalam kitab al-Bukhari, bahawa Abu Lahab telah diringankan siksaannya pada tiap-tiap hari Itsnin karena ia telah membebaskan hambanya Tsuwaibah, apabila hambanya itu membawa khabar akan keputeraan Nabi صلى الله عليه وسلم.
Hal ini juga diterangkan dalam sebuah syair al-Hafiz Syamsuddin Muhammad Nasiruddin ad-Dimasyqi:-
إِذَكَانَ هَذَا كَافؤرًا جَاءَ ذَمُّهُ * بِتَبَّتْ يَدَاهُ فِيْ الجَحِيْمِ مُخَلَّدًا
أَتَى أَنَّهُ فِيْ يَوْمٍ الإِثْنَيْنِ دَائِمًا * يُخَفَّفُ عَنْهُ لِلسُّرُوْرِ بِأَحْمَدَا
فَمَا الظَّمُّ بِالعَبْدِ الذَّيْ كَانَ عُمْرُهُ * بِاَحْمَدَ مَسْرُوْرًا وَمَاتَ مُوَحِّدَا
Artinya:
Jikalau sikafir ini (Abu Lahab) yang telah datang cercaan Allah kepadanya (di dalam surah al-Masad) dan celakalah kedua tangannya didalam neraka selama-lamanya
Telah datang (khabar) sesungguhnya dia pada setiap Isnin sentiasa diringankan (azab siksa) darinya karena kegembiraan dengan kelahiran Muhammad (صلى الله عليه وسلم)
Maka tidak syak lagi, bagi seorang hamba yang sepanjang hayatnya bergembira dengan Muhammad (صلى الله عليه وسلم) dan mati dalam keadaan mengesakan Allah (sudah tentu mendapat kelebihan melebihi daripada apa yang dikurniakan kepada Abu Lahab)
Kisah ini diriwayatkan didalam Shahih al-Bukhari, bab nikah dan dinukilkan oleh Ibn Hajar di dalam kitabnya al-Fath. Juga diriwayatkan oleh Imam Abdurrazak as-San’ani didalam kitabnya al-Musannaf (jilid 7 mukasurat 478), al-Hafiz didalam kitabnya al-Dala’il, Ibn Katsir di dalam kitabnya, al-Bidayah bab as-Sirah an-Nabawiyyah (jilid 1 mukasurat 224). Ibn ad-Daiba asy-Syaibani didalam kitabnya Hada’iq al-Anwar (jilid 1, mukasurat 134), Imam Hafiz al-Baghawi didalam kitabnya Syarah Sunnah (jilid 9 mukasurat 76), Ibn Hisyam dan as-Suhaili didalam al-Raudh al-Unuf (jilid 5 mukasurat 192), al-Amiri didalam kitabnya Bahjatul Mahaafil (jilid 1 mukasurat 41).
Imam al-Baihaqi berkata, bahawa walaupun hadits ini hadits mursal, tetapi ia boleh diterima karena telah dinaqalkan oleh Imam al-Bukhari hadits ini di dalam kitabnya. Para ulama yang telah disebutkan tadi, juga sependapat menerima hadits ini karena perkara itu terdiri dari bab manaqib dan khosois (keistimewaan), fadhoil (kelebihan) dan bukannya perkara berkaitan hal hukum halal dan haram. Para penuntut ilmu agama tentu sekali tahu perbezaan istidlal (pengambilan dalil) dengan hadits pada bab manaqib atau ahkam.
Berkenaan dengan manfaat seorang kafir daripada amal perbuatannya sendiri, banyak ulama telah membahaskannya. Tetapi tidak dapat saya terangkan sepenuhnya disini. Asalnya adalah apa yang disebutkan di dalam kitab al-Bukhari berkenaan dengan Abu Thalib mendapat keringanan siksa disebabkan doa Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Dalil Kedua
Nabi صلى الله عليه وسلم sendiri memuliakan maulidnya, dan bersyukur kepada Allah Ta’ala pada maulidnya, diatas nikmat dan kelebihan yang besar yang telah diberikan Allah ke atas wujudnya di alam semesta ini, yang membawa kebahagiaan pula kepada segala yang maujud diatas mukabumi ini.
Baginda صلى الله عليه وسلم memuliakan maulidnya juga dengan berpuasa. Hal ini diterangkan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah:
أَنَّ رَسُوْلَ الله صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الإِثْنَيْنِ، فَقَالَ: فِيْهِ وُلِدْتُ، وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ (رواه الإمام مسلم في الصحيح في كتاب الصيام)
Artinya: Nabi صلى الله عليه وسلم pernah ditanya akan sebab baginda berpuasa pada hari Itsnin. Baginda menjawab: Pada hari itu aku diputerakan, dan pada hari itu juga wahyu turun kepadaku.” (Hadits riwayat Muslim; Bab Puasa)(2)
Ini jelas menunjukkan bahawa Nabi صلى الله عليه وسلم pernah menyambut maulidnya. Cuma bentuknya sahaja berlainan, namum haqiqatnya sama, iaitu samada disambut dengan berpuasa, atau mengadakan jamuan makan atau berkumpul untuk mengingati baginda atau bershalawat ketas baginda ataupun mendengar ajaran-ajaran, pesanan-pesanan dan petunjuk dari baginda صلى الله عليه وسلم.
Dalil Ketiga
Sesungguhnya bergembira dengan Baginda صلى الله عليه وسلم dituntut melalui perintah Al-Quran dari firman Allah Ta’ala :
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ…
Artinya: “Katakan (wahai Muhammad), dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira …” (Surah Yunus:58 )
Maka Allah Ta’ala lah yang memerintahkan kita untuk bergembira dengan rahmat, dan Nabi صلى الله عليه وسلم sebesar-besar rahmat. Allah Ta’ala telah berfirman :
وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Artinya: “Dan tidak Kami utuskan engkau (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat untuk semesta alam”. (al-Anbiya:107)
Dan dikuatkan lagi tafsiran ini, pakar dalam pentafsiran al-Quran, hibrul ummah wa turjumaanul Quran al-Imam Ibn Abbas رضي الله عنهما. Abu Syeikh meriwayatkan dari Ibn Abbas رضي الله عنهما pada membicarakan ayat di atas beliau telah berkata: فصل الله ialah ilmu, manakala ورحمته adalah Muhammad صلى الله عليه وسلم. Allah telah berfirman: وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Dan tidaklah kami utuskan engkau melainkan sebagai rahmat kepada sekalian alam.”(3)
Maka kegembiraan dengan baginda صلى الله عليه وسلم adalah dituntut pada setiap waktu, pada setiap nikmat, dan pada setiap keutamaan, tetapi dikuatkan lagi tuntutan ini pada setiap hari itsnin dan setiap kali bulan Rabi’ul Awwal. Ini adalah karena kuatnya kesesuaiannya serta bertepatan dengan waktunya.
Dalil Keempat
Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم selalu mengambil kira ikatan masa, dengan peristiwa-peristiwa besar dalam agama yang telah berlalu sebelumnya. Apabila datangnya masa berlakunya peristiwa tersebut ia menjadi peluang bagi mengingatinya dan membesarkan hari tersebut karena peristiwa tersebut.
Nabi صلى الله عليه وسلم sendiri telah menetapkan kaedah ini seperti mana dijelaskan dalam hadits shahih bahawa ketika baginda berhijrah ke Madinah, baginda mendapati orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura’. Lalu baginda bertanya mereka. Mereka lalu menjawab: itulah hari Fir’aun ditenggelamkan dan Musa diselamatkan. Maka kami berpuasa sebagai bersyukur kepada Allah Ta’ala. Maka Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam:
نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ
Artinya: Kami lebih layak bagi Musa daripada kalian. Maka baginda pun berpuasa dan memerintahkan sahabat berpuasa.(4)
Dalil Kelima
Bahawa menyambut maulid Nabi صلى الله عليه وسلم membawa kita bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, yang mana hal ini sangat dituntut sebagimana firman Allah Ta’ala:
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلاَئِكَـتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّ يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
Artinya: Sesungguhnya Allah dan MalaikatNya bershalawat ke atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman shalawatlah keatasnya dan salamlah dengan sebaik-baik salam.” (Surah al-Ahzab:56)
Apa yang berasaskan sesuatu yang dituntut oleh syara’, maka ia turut dituntut oleh syara’. Malah shalawat ke atas baginda صلى الله عليه وسلم mempunyai faedah yang tidak terkira banyaknya, dimana pena ini tidak sanggup menghitung kesan-kesan nuraninya yang menyelubungi orang yang bershalawat dan salam itu.
Dalil Keenam
Sesungguhnya sambutan Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم dipenuhi dengan memperingati keputeraan baginda yang mulia. Pada sambutan itu kita kan diingatkan dengan mukjizat-mukjizat baginda, sirah baginda agar kita akan lebih mengenali baginda صلى الله عليه وسلم.
Bukankah kita diperintahkan untuk mengenali, mencontohi jejak langkah, mengikuti amalan, dan beriman dengan mukjizat serta membenarkan segala keterangan/tanda-tanda baginda? Dan kitab-kitab maulid banyak memaparkan semua ini.
Dalil ketujuh
Dengan mengadakan sambutan Maulid ini juga sebagai melaksanakan sebahagian kewajipan kita dengan menerangkan sifat-sifat baginda yang sempurna, dan akhlak-akhlak baginda yang mulia.
Diriwayatkan, para penyair datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم lalu melantunkan bacaan qasidah-qasidah mereka (memuji baginda) dan baginda meredhai perbuatan mereka seraya memberi ganjaran dengan perkara-perkara yang baik seperti mendoakan mereka.(5)
Kalaulah baginda صلى الله عليه وسلم redha sesiapa yang memuji Baginda, bagaimana mungkin baginda tidak redha atas mereka yang menghimpunkan segala sifat baginda yang mulia. Maka ia merupakan suatu perkara yang dapat mendekatkan diri kepada baginda صلى الله عليه وسلم dengan melakukan perkara yang membuatkan kita memperolehi kecintaan dan keredhaannya.
Dalil Kedelapan
Sesungguhnya mengetahui sifat-sifat, mukjizat-mukjizat dan ciri-ciri baginda صلى الله عليه وسلم membawa kepada kesempurnaan iman dan kecintaan kepada baginda. صلى الله عليه وسلم Hal ini karena tabiat semulajadi manusia adalah menyukai sesuatu yang indah, dalam bentuk baik dari segi rupa mahupun akhlak, ilmu mahupun amalan, keadaan mahupun dan kepercayaan.
Dan tiadalah yang lebih terindah, sempurna dan utama dari akhlak dan sifat-sifat baginda صلى الله عليه وسلم. Menambahkan kecintaan kepada baginda صلى الله عليه وسلم serta kesempurnaan iman amatlah dituntut oleh syara’, dan apa yang boleh membantu menyuburkan keduanya, maka ianya jua dituntut oleh syara’.
Dalil Kesembilan
Mengagungkan baginda صلى الله عليه وسلم dituntut oleh syara’. Manakala bergembira dengan maulid baginda صلى الله عليه وسلم dengan menzahirkan kegembiraan dengan mengadakan jamuan, mengumpulkan masyarakat untuk berzikir, dan memuliakan fakir miskin merupakan antara cara yang paling jelas dalam mengagungkan, memuliakan, bergembira dan bersyukur kepada Allah, karena hidayahNya yang menunjukkan kita kepada agamaNya yang mulia, dan apa-apa anugerahNya kepada kita dengan mengutus Nabi عليه أفضل الصلاة والتسليم.
Dalil Kesepuluh
Dari sabda Nabi صلى الله عليه وسلم berkenaan dengan hari Juma’at dan menyenaraikan keistimewaannya:
وفيه خُلق آدم
Artinya: “Dan padanya (Jumaat) dijadikan Adam”.
Dipetik daripada hadits ini kemuliaan sesuatu waktu yang padanya ditsabitkan kelahiran mana-mana Nabi عليهم السلام. Maka bagaimana pula dengan hari yang mana padanya dilahirkan Nabi yang paling utama dan Rasul yang paling mulia?
Dan kemuliaan hari tersebut bukanlah dikhususkan pada hari tersebut sendiri, tetapi ia mempunyai sifat yang umum, yang mana sentiasa diulang-ulang kemuliannya setiap kali sampai hari tersebut, seperti kemuliaan hari Jumaat.
Ini adalah sebagai mensyukuri nikmat, menunjukkan keistimewaan kenabian serta menghidupkan peristiwa-peristiwa sejarah yang amat penting. Begitu juga sebagaimana yang kita dapati mulianya tempat lahir seorang Nabi, sebagaimana Jibril menyuruh Rasulullah صلى الله عليه وسلم bershalat dua rakaat diBaitullaham (sewatu peristiwa isra’ dan mi’raj), kemudian dia (Jibril عليه السلام) memberitahu kepada Nabi dengan katanya:
أَتَدْرِيْ أَيْنَ صَلَّيْتَ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: صَلَّيْتَ بِبَيْتِ لَحْمٍ حَيْثُ وُلِدَ عِيْسَى
Artinya: Tahukah engkau, dimana engkau bershalat? Jawab Rasulullah: Tidak! Berkata Jibrail: Telah bershalat engkau di Baitullaham, tempat ‘Isa dilahirkan.
Kisah ini telah disebutkan dalam sepotong hadits riwayat Syaddad bin Aus yang diriwayatkan al-Bazzar dan Abu Ya’la juga at-Thabrani. Berkata al-Hafidz al-Haitsami didalam kitabnya Majma’ az-Zawaid jilid 1 mukasurat 47, rijalnya adalah rijal yang shahih. Dan telah menaqalkan kisah ini oleh al-Hafidz Ibn Hajar didalam kitabnya al-Fath (jilid 7 mukasurat 199) dengan tanpa komentar.
Dalil Kesebelas
Bahawasanya sambutan maulid ini adalah satu perkara yang dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin di seluruh pelusuk negeri. Malah ianya telah diamalkan di merata dunia Islam. Ianya adalah dituntut dari segi syara’ berdasarkan kaedah yang dipetik dari sebuah hadits yang mauquf dari Ibn Mas’ud yang berkata:
مَارَآهُ المُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَاللهِ حَسَنٌ ، وَمَارَآهُ المُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَاللهِ قَبِيْحٌ - أخرجه أحمد
Artinya: “Apa-apa yang dipandang oleh kaum Muslimin sebagai perkara yang baik, maka ia baik di sisi Allah. Dan apa-apa yang dipandang oleh kaum Muslimin sebagai perkara yang buruk, maka ia adalah buruk disisi Allah (Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad)
Dalil Keduabelas
Bahawasanya sambutan maulid dipenuhi dengan perhimpunan untuk berzikir, sedekah, serta mengucapkan pujian dan penghormatan kepada Nabi. Semua ini adalah sunnah, dan amat dituntut dari segi syara’. Tidak sedikit hadits-hadits yang shahih yang menekankannya dan mendorong kaum Muslimin mengamalkannya.(6)
Dalil Ketigabelas
Allah Ta’ala telah berfirman:
وَكُـلاًّ نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ ٱلرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
Artinya: “Dan tiap-tiap berita dari berita rasul-rasul itu, Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad) untuk menguatkan hatimu dengannya” (Surah Hud:120)
Di sini jelas bahawa hikmah kisah-kisah para rasul disebutkan di dalam al-Quran adalah untuk mengukuhkan hati Baginda yang mulia. Dan tidak syak lagi, pada hari ini, kita amatlah memerlukan kepada pengukuhan hati dengan berita dan cerita Baginda صلى الله عليه وسلم, malah keperluan kita tentulah lebih kuat lagi berbanding keperluan baginda tadi.
Dalil Keempatbelas
Bukan semua perkara yang tidak dilakukan oleh para salaf dan segala yang tidak pernah berlaku pada kurun-kurun awal Islam adalah bid’ah sayyi’ah yang diingkari dan haram melakukannya serta wajib diingkari. Inilah perkara yang selalu tidak difahami oleh mereka yang mengharamkan sambutan ini.
Sebenarnya perkara yang dibarukan dalam agama harus dipandang dan diukur dari segi dalil-dalil syara’. Maka, perbuatan yang mengandungi maslahat (kebaikan) maka ia wajib, jika mengandungi perkara haram maka ia haram. Begitulah juga jika mengandungi perkara makruh ia menjadi makruh, mengandungi perkara harus ia menjadi harus, dan jika mengandungi perkara yang mandub maka ia jua mandub. Dan (menurut kaedah fiqh) bagi semua wasilah sama hukumnya dengan sesuatu tujuan. (وللوسائل حكم المقاصد).
Seterusnya para ulama’ telah membahagikan bid’ah kepada 5 bahagian (sesuai dengan hukum taklifi yang 5 - wajib, mandub, makruh, haram dan harus).
* Wajib: Seperti menolak perbuatan orang-orang yang menyeleweng daripada jalan yang benar dan mempelajari ilmu nahwu
* Mandub: Seperti mengadakan sekolah-sekolah, madrasah, azan di atas menara dan perbuatan baik yang tidak dilakukan pada masa dahulu
* Makhruh: Seperti menghiasi masjid dan juga mushhaf
* Mubah: Seperti menggunakan tapis dan berlebihan makan-minum
* Haram: Seperti apa-apa yang diadakan, bersalahan dengan sunnah dan tidak mempunyai dalil-dalil syara’ yang am, juga tidak meliputi maslahat dari segi syara’.
Dalil Kelimabelas
Bukanlah semua bid’ah itu adalah diharamkan. Jika demikian haramlah perbuatan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar dan Sayyidina Zaid رضي الله عنهم, mengumpulkan al-Quran dan menulisnya didalam mushaf, karena ditakuiti al-Quran itu hilang setelah matinya para shahabat yang yang alhi dalam membaca al-Quran.
Dan haramlah, Sayyidina Umar رضي الله عنه ketika beliau menghimpun yang bersembahyang tarawikh untuk dilakukan secara berjemaah dengan seorang iman. Beliau berkata:
نِعْمَتِ البِدْعَةُ هذِهِ
Artinya: Alangkah eloknya bid’ah ini.
Nescaya haramlah mengarang kitab-kitab ilmu yang manfaat. Jika demikian, maka wajib kita berperang dengan orang kafir dengan lembing dan panah, sedangkan mereka menetang kita dengan peluru, meriam, kereta kebal, jet pejuang, kapal selam dan senjata-senjata yang lain.
Nescaya haramlah azan diatas menara, membuat sekolah-sekolah, asrama-asrama, hospital, tempat-tempat pertolongan cemas, rumah anak yatim dan penjara.
Oleh karena itu, para ulama رضي الله عنهم telah menentukan hadits: كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ - artinya: Tiap-tiap bid’ah itu menyesatkan – dengan bid’ah sayyiah (bid’ah yang jahat), dan mereka ulama telah menghuraikan hadits tersebut karena sepeninggalan Rasulullah صلى الله عليه وسلم banyak diantara shahabat terkemuka dan para pemimpin tabi’in, yang mengadakan hal-hal baharu yang mana ianya pada masa hidup Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah diadakan.(7)
Kita sekarang banyak melakukan perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh para salaf. Antaranya diadakan tahajjud berjemaah selepas shalat tarawikh pada akhir malam dengan satu imam, mengkhatam al-Quran dalam shalat tersebut, membaca doa khatam al-Quran dan imam berkhutbah ketika shalat tahajjud (8 ) dalam shalat tahajjud pada malam 27 Ramadhan. Dan seruan muazzin untuk mendirikan shalat tahajjud dengan katanya:
صَلاَةُ القِيَامِ أَثَابَكُمُ اللهِ
Artinya: Marilah shalat tahajjud, semoga Allah memberikan balasan pahala kepada kamu.
Semua ini tidak dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم , juga walau seorang dari kalangan ahli salaf. Adakah semua ini bid’ah yang menyesatkan???
Dalil keenambelas
Memperingati maulid Nabi صلى الله عليه وسلم sekalipun tidak dilakukan pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم, adalah bid’ah hasanah karena termasuk dibawah dalil-dalil syara’ dan kaedah-kaedah yang umum. Ianya dikira sebagai bid’ah karena dilaksanakan secara bermasyarakat dan bukannya secara individu karena amalan ini pernah dilakukan secara individu pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana tersebut pada dalil yang kedua belas.
Dalil Ketujuhbelas
Perkara-perkara yang tidak dilakukan oleh generasi salaf dalam bentuk kemasyarakatan tetapi diamalkan secara perseorangan /individu, dituntut oleh syara’ untuk diamalkan. Apa yang telah tersusun dari segi syara’, dituntut untuk diamalkan. Perkara ini amat jelas dan tidak boleh diingkari oleh sesiapa pun.
Dalil Kedelapanbelas
Telah berkata Imam Syafie رضي الله عنه :
مَا أُحْدِثَ وَخَالَفَ كِتَاباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعًا أَوْ أَثَراً فَهُوَ البِدْعَةُ الضَّالَّةُ ، وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيْئاً مِنْ ذلِكَ فَهُوَ المَحْمُوْدُ
Artinya: “Suatu perkara yang diadakan dan ia bercanggah dengan kitab, sunnah, ijma’ atau atsar, maka ia adalah bid’ah yang sesat. Dan suatu yang diadakan dari perkara kebaikan dan tidak bercanggah dengan sesuatu dari yang disebutkan tadi, maka ia adalah terpuji”
Malah Imam al-Izz bin Abdussalam, Imam An-Nawawi dan juga Imam Ibnul Atsir telah mengkategorikan bid’ah kepada 5 bahagian seperti mana yang telah kita sebutkan sebelum ini.
Dalil Kesembilanbelas
Setiap perkara kebaikan yang diliputi olehnya dalil-dalil syara’, dan tidak bertujuan untuk mereka satu perkara yang baru yang bercanggah dengan syariat, serta tidak mengandungi perkara mungkar, maka ia termasuk dalam agama.
Kata-kata mereka yang taksub bahawa perkara ini tidak pernah dilakukan oleh salaf, bukanlah satu dalil bagi mereka, tetapi dinamakan tiada dalil. Perkara ini amat jelas bagi mereka yang mempelajari dan menyelami ilmu usul fiqh. Malah syari’ telah menamakan bid’ah yang baik sebagai sunnah dan dijanjikan pahala bagi pembuatnya, berdasarkan hadis Nabi صلى الله عليه وسلم:
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلا َيَنْقُصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ
Artinya: Barangsiapa yang memulakan perkara dalam Islam suatu sunnah yang baik, maka dia akan diberi pahala bagi perbuatannya, serta pahala mereka yang mengikutinya, tanpa dikurangkan sedikit pun darinya.
Dalil Kedua puluh
Sesungguhnya sambutan maulid merupakan satu bentuk menghidupkan kembali peringatan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Dan ingatan ini adalah sesuatu yang disyariatkan di sisi kita dalam Islam.
Lihatlah berapa banyak ibadat dalam Islam yang disyariatkan oleh Allah untuk menghidupkan ingatan kita kembali kepada peristiwa sejarah lampau. Misalnya dalam amalan haji, disyariatkan sa’ie antara Safa dan Marwah serta melontar jamrah, serta menyembelih binatang di Mina. Semua perkara ini merupakan peristiwa lampau yang dikuatkan kembali ingatan tersebut dengan cara membaharukan kembali gambarannya dengan kenyataan. Dalilnya, sebagaimana firman Allah:
وأذِّن في الناس بالحج
Artinya: “Dan serulah manusia mengerjakan haji” (Surah al-Hajj:27).
Dan firman Allah Ta’ala, cerita Nabi Ibrahim dan Ismail عليهما السلام:
وأرنا مناسكنا
Artinya: Dan tunjukkanlah kepada kami tempat-tempat ibadah kami” (Surah al-Baqarah: 128 )
Dalil Kedua Puluh Satu
Setiap apa yang kita nyatakan sebelum ini daripada wajah, dalil serta hujah pensyariatan sambutan Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم adalah pada sambutan yang bersih dari perkara-perkara mungkar yang dikeji yang perlu kita ingkari. Jika sambutan tersebut mempunyai perkara-perkara yang mungkar seperti percampuran antara lelaki dan perempuan, melakukan perkara-perakra yang haram, pembaziran dan apa jua yang tidak akan diredhai oleh sohibul maulid صلى الله عليه وسلم sendiri, maka tidak syak lagi pengharamannya dan tegahan padanya karena ia mengandungi perbuatan yang haram. Oleh itu tegahan ini adalah perkara yang mendatang (’aridh) bukan zat sambutan itu sendiri. Sesiapa yang meneliti perkara-perkara ini tentu jelas sekali.
.
__________________________________________________________
Catatan kaki:
1) al-Hafiz Syamsuddin ibn al-Jazari menyebut didalam kitabnya ‘Urf al-Ta’rif bi Muulid asy-Syarif:
قد رؤى أبو لهب بعد موته في النوم، فقيل له: ما حالك؟ فقال: في النار إلا أنه يخفف عني كل ليلة اثنين وأمص من بين إصبعي ماء بقدر هذا، وأشار لرأس أصبعه، وإن ذلك بإعتاق لثويبة عند ما بشرتني برلادة النبي صلى الله عليه وسلم وبإرضاعها له.
Artinya: Bahawa seseorang (yakni Sayyiduna Abbas رضي الله عنه) bermimpi melihat Abu Lahab selepas kematiaannya. Maka dia bertanya tentang keadaannya? Abu Lahab menjawab: Aku berada di dalam neraka tetapi diringankan azabku pada setiap malam itsnin dan aku menghisap air diantara 2 jariku sekadar ini (sambil mengisyaratkan hujung jarinya). Yang demikian itu karena aku membebaskan Tsuwaibah ketika dia mengkhabarkan kepadaku tentang berita gembira mengenai keputeraan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم dan karena aku telah menyuruhnya menyusukan Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Sekiranya Abu Lahab seorang kafir yang dicela di dalam al-Quran mendapat balasan di dalam neraka karena kegembiraannya diats keputeraan Rasulullah صلى الله عليه وسلم apatah lagi perasaan gembira yang lahir dari hati seorang muslim yang mentauhidkan Allah?
2) Asy-Syeikh Dr Isa bin Abdullah Mani’ al-Himyari menyatakan di dalam Bulugh al-Ma’mul fi al-Ihtifa’ wa al-Ihtifal bi Maulid ar- Rasul, nash ini menunjukkan dengan jelas tetnag keharusan menyambut maulid Nabi صلى الله عليه وسلم dan pada hadits ini tiada ihtimal yang lain.
Beliau berkata melalui hadits diatas, saya tidak mendapati sebarang jawapan yang menyokong pendapat golongan anti-maulid ini. Malah sekiranya mereka berpegang bahawa sambutan maulid Nabi صلى الله عليه وسلم hanya dibolehkan dengan melakukan ibadah puasa dan tidak boleh dilakukan dengan ibadat lain lain seperti membaca shalawat, membaca sirah Nabi صلى الله عليه وسلم , bersedekah dan sebagainya, maka golongan ini termasuk didalam golongan ahli zahir, yang hanya mengikut buta zahir hadits tanpa merujuk kepada kaedah usul dan mereka mengkhususkan hadits ini tanpa ada dalil yang mengtakhsiskannya.
3) Ad-Durrul Mantsur Juz 3, Halaman 308
4) Hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka. أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوحد البهود صياما يوم عاشوراء، فقال لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم: ما هذا اليوم الذي تصومونه؟ فقالوا: هذا يوم عظيم أنحى الله فيه موسى وقومه، وغرق فرعون وقومه، فصامه موسى شكرا، فنحن نصومه، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: فنحن أحق وأولى بموسى منكم، فصامه رسول الله صلى الله عليه وسلم، وأمر بصيامه.
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Setelah sampai ke Madinah, maka baginda mendapati kaum Yahudi sedang berpuasa hari ‘Asyura. Maka baginda bertanya kepada mereka: apakah hari kamu berpuasa ini? Jawab mereka: Iannya adalah hari yang besar, dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya dan Allah menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Maka Musa berpuasa karena bersyukur keatasnya dan kami berpuasa karena bersyukur (diatas ni’mat tersebut). (Mendengar jawapan mereka) maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم.pun bersabda: Kami lebih berhak dan lebih utama (memperingati) Musa daripada kalian. Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Pun berpuasa dan memerintahkan (shahabat-shahabat baginda) berpuasa (pada hari tersebut).”
Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahawa perbuatan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Memuliakan hari Nabi Musa diselamatkan, menunjukkan bahawa menyambut maulid Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Adalah disyariatkan di dalam Islam, sebagaimana di dalam fatwanya yang dinaqalkan oleh al-Hafiz as-Sayuthi di dalam Husn al-Maqasid fi ‘Amal al-Maulid. (Sila lihat al-Hawi al-Fatawa) Beliau menyatakan, dari dalil diatas dapat diambil pengajaran bahawa:
a) Hendaklah kita bersyukur di atas kurniaan Allah yang telah menghapuskan kebathilan dan menegakkan kebenaran
b) Umat Islam dianjurkan supaya memperingati pada setiap tahun hari-hari yang dianggap penting dalam Islam.
Justeru, melahirkan rasa kesyukuran kepada allah boleh terhasil dengan pelbagai cara ibadat sepeti bershalat, bersedekah, membaca la-Quran dan sebaginya. Sesungguhnya apakah nikmat yang lebih besar daripada nikmat dikurniakan seorang Nabi pembawa rahmat kepada kita?
5) Diantara penyair-penyair Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah Sayyiduna Hasan bin Tsabit, Sayyiduna Abdullah bin Rawahah dan Sayyiduna Ka’ab bin Malik رضي الله عنهم .
Satu ketika, Ka’ab bin Zuhair mengubah qasidah pujian untuk baginda صلى الله عليه وسلم . Setelah mendengar pujian disampaikan oleh Ka’ab, Nabi صلى الله عليه وسلم meleaskan burdah (selendang)nya dan memakaikan kepada Ka’ab sebagai hadiah sekaligus sebagai ungkapan bahawa baginda meredhainya.
Baginda Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga pernah mendoakan Abdullah bin Rawahah setelah baginda mendengar syair dibacakan oleh Abdullah bin Rawahah. Baginda berdoa:
وأنت، فثبتك الله يا ابن رواحة
Artinya: Dan engkau wahai Abdullah Rawahah, semoga Allah meneguhkanmu. Doak Rasulullah صلى الله عليه وسلم ini membuktikan bahawa baginga senang mendengar syair pujian untuk baginda.
6) Berkumpul untuk melakukan sesuatu yang baik adalah digalakkan berdasarkan kepada sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم
لا يقعد قوم يذكرون الله إلا حفتهم الملآ ئكة وغشيتهم الرحمة ونرلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده - رواه مسلم
Artinya: Tidak duduk suatu kaum yang berzikir kepada Allah melainkan mereka dikelilingi oleh para malaikat, dicucuri rahmat, diturinkan ketenangan dan Allah meyebut mereka kepada para malaikat yang berada disisiNYA. (Hadits riwayat Imam Muslim)
7) Persoalan ini dibahaskan panjang lebar oleh para ulama. Insyaallah sekiranya diberi kesempatan olehnya, saya akan menulis sedikit tentang persoalan bid’ah serta pembahagiannya menurut pengertian para ulama’ kita.
8 ) Menurut Sayyid Muhammad al-Maliki, perkara ini berlaku di Haramain (Mekah dan Madianh) selama beberapa tahun tetapi telah ditinggalkan. Apa yang berlaku, ketika mereka melakukannya, mereka menyatakan bahawa perbuatan ini adalah baik tetapi apabila mereka meniggalkannya, maka mereka mengatakan bahawa perbuatan itu adalah sesat. Atau dalam erti kata lain, mula-mula perbuatan yang baik tetapi kemudiannya menjadi kemugkaran. Apakah boleh tergambar atau diterima oleh orang yang beraqal warak sesuatu perkara yang sama boleh menjadi baik dan tidak baik.
Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (2)
Ditulis oleh orgawam di/pada Juni 22, 2008
Pendapat Syaikh Ibnu Taimiyah Mengenai Maulid
Syaikh Ibnu Taymiyyah telah berkata: Kadangkala diberikan pahala kepada sebahagian manusia ketika melakukan maulid. Begitulah seperti mana yang dilakukan oleh masyarakat samada sebagai menyerupai orang Nasrani pada kelahiran Nabi Isa عليه السلام, atau karena kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan membesarkan baginda صلى الله عليه وسلم . Dan Allah mungkin memberi pahala di atas kasihsayang dan kesungguhan ini, tidak karena bid’ahnya amalan ini.
Kemudian Ibnu Taimiyah berkata lagi: Ketahuilah, bahawa diantara amalan-amalan itu ada yang mengandungi kebaikan karena itu ianya disyariatkan. Ada juga amalan yang berupa bid’ah sayyiah atau seumpamanya, maka amalan ini salah dan satu penyelewengan daripada agama, seperti hal dan keadaan orang munafiq dan fasiq.
Hal ini telah dilakukan oleh ramai orang pada akhir-akhir ini. Disini saya bentangkan dua cara dari segi adab untuk mengatasinya:-
Pertama: Hendaklah kamu berpegang teguh pada sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم zahir dan bathin pada diri kamu dan mereka yang taat kepada kamu. Juga hendaklah kamu taat kepada yang ma’ruf dan ingkar kepada yang mungkar.
Kedua: Hendaklah kamu menyeru manusia supaya melakukan sunnah seberapa terdaya. Dan jika terdapat orang yang melakukan demikian hendaklah kamu terus galakkan, kecuali jika ianya mendatangkan tidak baik. Jangan menyeru kepada meninggalkan yang mungkar dengan melakukan yang lebih mungkar. Jangan meninggalkan perbuatan yang wajib atau sunnah, karena dengan meninggalkannya kamu telah melakukan sesuatu yang lebih mudharat daripada melakukan yang makhruh.
Sekiranya ada bid’ah yang berunsur kebajikan, seberapa daya gantikan dengan kebajikan yang disyariatkan, karena memang tabiat manusia tidak mahu meninggalkan sesuatu kecuali ada gantinya. Hendaklah jangan kita lakukan amalan yang baik kecuali kita lakukan amalan yang sama baiknya atau yang lebih baik lagi.
Memuliakan peringatan maulid, dan sewaktu-waktu menjadikannya sebagai amalan yang adakalanya dilakukan oleh setengah orang, mendapat pahala yang besar, karena mereka mempunyai niat yang baik dan mengandungi unsur-unsur memuliakan Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana yang saya sebutkan tadi. Tetapi adakalanya amalan yang baik bagi sesetengah mu’min, dipandang buruk oleh mu’min yang lain.
Imam Ahmad pernah diberitahu bahawa seorang putera raja telah membelanjakan lebih kurang 1,000 dinar untuk sebuah al-Quran. Maka jawabnya, walaupun mahu dibelanjakan dengan emas sekalipun biarkanlah. Padahal menurut mazhab Imam Ahmad menghiasi al-Quran itu adalah makhruh.
Ada juga yang berpendapat bahawa perbelanjaan 1,000 dinar itu adalah untuk memperbaharui kertas dan tulisan. Tetapi maksud Imam ahmad masalah ini ada bercampur kebaikan dan keburukannya. Maka itu tidak digemarinya.(9)
Pendapat saya (Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki) mengenai maulid
Pendapat kita, sesungguhnya sambutan kelahiran Nabi صلى الله عليه وسلم yang mulia tidak mempunyai kaifiat yang tertentu yang perlu diikuti oleh semua orang atau cara yang kita wajibkan atas semua. Bahkan, bahawa apa sahaja yang boleh menyeru umat manusia ke arah kebaikan, mengumpulkan mereka atas petunjuk Allah, serta mendidik mereka kepada apa juga yang boleh memberi manfaat kepada agama mereka, boleh merealisasikan tujuan maulid nabi ini.
Oleh yang demikian, jika kita berkumpul dalam majlis puji-pujian ke atas Nabi صلى الله عليه وسلم yang mana padanya ada ingatan terhadap kekasih kita صلى الله عليه وسلم, keutamaan baginda, jihad baginda serta khususiat baginda, (walaupun kita tidak membaca kitab maulid yang dikenali ramai, - seperti maulid ad-daibaie dan al-barzanji - karena ada sebahagian yang menyangka bahawa majlis maulid itu tidak akan sempurna melainkan dengan membaca kitab-kitab tersebut), kemudian kita mendengar pula apa yang diperkatakan oleh para pendakwah dalam memberi peringatan dan petunjuk, serta apa yang dibacakan oleh qari’ daripada ayat-ayat Al-Qur’an.
Saya (as-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki) ada mengatakan: Jika kita melakukan demikian, sesungguhnya ia telah termasuk dalam lingkungan makna maulid Nabi yang mulia, dan tercapailah maksud sambutan ini, dan saya melihat ia tidak diperselisihkan oleh sesiapa jua.
.
__________________________________________________________
Catatan kaki:-
(9) Begitulah pendapat Ibnu Taymiyah yang jelas tidak mengingkari sambutan ini, walaupun beliau mengingkari apa-apa perbuatan mungkar yang ada pada sambutan ini (sama seperti fahaman kita yang telah diterangkan sebelum ini). Malah Ibnu Taymiyah menyamakan hukum sambutan ini dengan jawapan Imam Ahmad pada perbelanjaan besar untuk menghiasi mushaf. Namun demikian mereka yang mengingkari sambutan ini, akan menggunakan pendapat Ibnu Taymiyah secara umum dalam memerangi bid’ah (yang sesat – pada pandangan mereka) sambutan maulid Nabi صلى الله عليه وسلم, sambil meninggalkan apa yang dikatakan sendiri oleh Ibnu Taymiyah dalam perkara ini secara khusus. Semoga Allah memberi hidayah kepada semua.
Entri ini dituliskan pada Juni 22, 2008 pada 10:19 am dan disimpan dalam Maulid, kitab. . Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (3)
Ditulis oleh orgawam di/pada Juni 22, 2008
Berdiri ketika Sambutan Maulid Nabi
Adapun amalan berdiri pada Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم , iaitu ketika mana disebutkan tentang keputeraan Nabi صلى الله عليه وسلم ke dunia, maka sesungguhnya sebahagian orang menyangka bahawa perbuatan adalah salah, tidak mempunyai asal (dalil) disisi ahli ilmu.
Tidak ternafi juga salah faham ini juga ada pada mereka yang menyambutnya, tetapi di kalangan mereka yang benar-benar jahil yang tidak boleh kita ambil kata-kata mereka. Salah faham ini ialah, berdiri ketika sambutan ini sebagai menyambut kedatangan baginda Nabi صلى الله عليه وسلم dengan jasad baginda yang mulia. Antara salah faham yang lebih teruk lagi ialah kononnya wangian dan air yang diletakkan di tengah-tengah majlis adalah minuman yang disediakan untuk baginda صلى الله عليه وسلم.
Sangkaan-sangkaan begini tidak patut ada pada fikiran kita ummat Islam, dan kita berlepas diri dari sangkaan buruk begini, karena hal ini dikira biadab terhadap Rasulullah. I’tiqad sebegini tidak timbul melainkan dari orang mulhid atau pendusta. Persoalan di alam barzakh tidak diketahui oleh sesiapa pun melainkan Allah.
Malah kita meyakini bahawa Rasulullah صلى الله عليه وسلم lebih sempurna dan mulia dari sangkaan kononnya baginda keluar dari kubur dengan jasad baginda yang mulia dan datang ke majlis pada waktu-waktu tertentu. Saya mengata hal ini adalah dusta serta biadab yang terbit dari orang yang benci, dengki atau atau seorang yang bodoh sombong. Namun begitu kita memang beriktiqad bahawa baginda صلى الله عليه وسلم hidup dalam kehidupan barzakh yang sempurna yang sesuai dengan kedudukan baginda.
Dan sesuai dengan hidup yang sempurna tersebut roh baginda boleh pergi ke merata tempat di alam malakut Allah, dan boleh menghadiri majlis-majlis kebajikan dan acara-acara yang dipenuhi cahaya Allah dan ilmu pengetahuan. Begitu jugalah arwah para mukminin yang sebenar.yang mengikuti baginda.
Imam Malik rahimahullahu Ta’ala pernah berkata :
بَلَغَنِيْ أَنَّ الرُّوْحَ مُرْسَلَةٌ تَذْهَبُ حَيْثُ شَاءَتْ
Artinya: Telah sampai kepadaku khabar bahawa roh dapat pergi ke mana-mana dihendaki.
Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu pula berkata:
أَرْوَاحُ المُؤْمِنِيْنَ فِيْ بَرْزَخٍ مِنَ الأَرْضِ تَذْهَبُ حَيْثُ شَاءَتْ
Artinya: Roh-roh orang mukmin di alam barzakh, pergi ke mana dikehendaki. (Sebagaimana tersebut didalam kitab ar-Ruh oleh Ibn Qayyim, mukasurat 144)
Setelah engkau telah mengetahui semuanya itu, maka ketahuilah bahawa berdiri ketika sambutan maulid bukanlah wajib mahupun sunnah, dan tidak betul kita beriktiqad sedemikian. Malahan ia adalah satu harakat (gerakan) yang menggambarkan kesukaan dan kegembiraan manusia ketika mana disebutkan bahawa baginda صلى الله عليه وسلم lahir ke dunia, para pendengar dapat menggambarkan bahawa seluruh alam bergembira dan seronok dengan nikmat ini, maka mereka pun berdiri bagi menunjukkan kegembiraan ini.
Oleh itu, ia adalah masalah kebiasaan semata-mata bukan keagamaan, dan ia bukanlah ibadah, syariah atau sunnah tetapi apa yang dilakukan oleh kebiasaan manusia. Pendapat ulama tentang berdiri ketika membaca maulid Walaupun kita sebutkan sebelum ini bahawa berdiri ketika disebutkan keputeraan Nabi صلى الله عليه وسلم adalah soal kebiasaan manusia, bukanlah suatu ibadah sunnah atau wajib, terdapat juga sebahagian ulama yang memandang baik perkara ini.
Shaikh Ja’afar al-Barzanji rahimahullahu Ta’ala, yang merupakan salah seorang penyusun kitab maulid, ada mengatakan :
وقد استحسن القيام عند ذكر مولده الشريف أئمةٌ ذوو رواية ورويّه ، فطوبى لمن كان تعظيمه صلّى الله عليه وسلّم غاية مرامه ومرماه
Artinya: Adalah dipandang baik dikalangan ulama yang mempunyai riwayat dan penelitian, perbuatan berdiri ketika kisah keputeraan baginda صلى الله عليه وسلم disebutkan. Maka beruntunglah sesiapa yang melakukannya dengan tujuan untuk membesarkan Nabi صلى الله عليه وسلم.
Kami maksudkan ‘baik’ disini ialah karena harusnya hal itu dari segi zatnya, asalnya dan puji-pujian bagi Nabi صلى الله عليه وسلم yang dituntut dari mula kebangkitan itu sehingga kesudahannya. Maksud ini tidak boleh dibandingkan dengan makna yang diistilahkan pada usul fiqh.
Penuntut-penuntut ilmu yang kurang pengetahuannya pun tahu bahawa isitilah استحسن (memandang baik) itu digunakan pada perkara-perkara yang biasa difaham oleh segolongan manusia, seperti misalnya mereka berkata, “Saya dapati kitab ini baik. Perkara ini dipandang baik. Orang-orang telah menyukai perjalanan tersebut.” Maksud mereka ialah pandangan biasa dari segi bahasa. Jika tidak demikian, nescaya semua perkara-perkara itu berasal dari segi syara’, tetapi orang yang beraqal dan yang mengetahui ilmu usul fiqh tidak berkata begitu.
Beberapa Alasan Untuk Memandang Baik Berdiri Semasa Membaca Maulid
1) Kebiasaan berdiri dalam memperingati maulid pada detik-detik kisah keputeraan Rasulullah صلى الله عليه وسلم disebutkan, dilakukan oleh kaum Muslimin di perlbagai negeri, kawasan dan daerah. Para ulama di timur dan di barat juga memandangnya sebagai kebiasaan yang baik. Tujuannya tiada lain dari memuliakan, membesarkan pihak yang diperingati maulidnya, iaitu junjungan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan apa yang dipandang baik oleh muslimin, maka ia adalah baik di sisi Allah dan apa yang dipandang keji maka ia adalah keji di sisi Allah seperti mana yang kita telah sebutkan sebelum ini dalam hadis mauquf daripada Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
2) Berdiri hormat bagi menghormati ahlul fadhl adalah disyariatkan dan dalil-dalil yang mentsabitkannya banyak terdapat didalam sunnah. Malah Imam Nawawi rahimahullah Ta’ala telah menyusun bab ini dalam satu bahagian tersendiri dan ia diperkuatkan lagi oleh Imam Ibn Hajar rahimahullah Ta’ala yang telah menyanggah kata-kata mereka yang menolak (iaitu Ibnu al-Haj) pendapat Imam Nawawi dalam perkara ini dalam satu kitab yang lain yang bernama: رفع الملام عن القائل باستحسان القيام
(3 Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang muttafaq ‘alaih bahawa baginda صلى الله عليه وسلم menyeru kepada kaum Ansar :
قُوْمُوْا إِلىَ سَيِّدِكُمْ
Artinya: “Berdirilah bagi penghulu kalian”.
Perintah berdiri ini adalah sebagai menghormati dan mengagungkan Sayyidina Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, dan bukanlah karena beliau sedang sakit ketika itu.
Ini karena jika perintah ini hanya disebabkan Sayyidina Sa’ad sedang sakit, tentulah baginda akan memerintah : قوموا إلى مريضكم “berdirilah bagi menyambut orang yang sedang sakit di kalangan kalian”, dan bukannya, berdirilah bagi penghulu kalian.(10)
4) Antara petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم adalah baginda selalu berdiri sebagai menghormati dan menyambut sesiapa yang masuk berjumpa baginda. Ini seperti mana yang baginda lakukan sendiri ketika mana baginda berdiri menyambut puteri baginda Sayyidah Fathimah رضي الله عنها, dan menyatakan penghormatan baginda untuk beliau. Begitu juga perintah kepada kaum Ansar untuk berdiri menyambut penghulu mereka. Maka ini menunjukkan pensyariatan berdiri, dan baginda صلى الله عليه وسلم adalah yang paling berhak kita agungkan dari para sahabat tadi.(11)
5) Mungkin dikatakan bahawa penghormatan tersebut boleh jika pada masa hayat dan kehadiran baginda صلى الله عليه وسلم, dan ketika sambutan maulid ini baginda tidak hadir. Jawapannya adalah, para pembaca maulid yang mulia menggambarkan di dalam jiwa mereka hadirnya baginda صلى الله عليه وسلم.
Dan gambaran ini merupakan suatu perkara yang terpuji dan dituntut, malah mesti dilakukan setiap waktu dalam minda setiap muslim yang benar-benar beriman, bagi menyempurnakan ketaatan dan menambahkan kecintaan kepada baginda صلى الله عليه وسلم. Mereka berdiri sebagai tanda hormat dan mulia dengan gambaran yang ada pada jiwa mereka berkenaan Rasul yang agung ini, sambil merasakan kemuliaan dan keagungan kedudukan baginda. Dan ini merupakan suatu perkara yang biasa, seperti mana disebutkan sebelum ini. Malah menghadirkan demikian itu adalah suatu yang mesti bagi menambahkan rasa penghormatan kepada baginda صلى الله عليه وسلم.
___________________________________________________________Catatan kaki:-
(10) Selain itu tentulah tidak diperintahkan semua orang berdiri bagi menyambutnya, karena cukuplah sebahagian sahaja yang berdiri menyambut orang yang sakit. Di sini jelas bahawa perintah berdiri bagi memuliakan seseorang adalah disyariatkan.]
(11) Terdapat beberapa hadits lagi yang menunjukkan bahawa baginda berdiri karena menyambut seseorang antaranya:-
قالت أم المؤمنين عائشة رضي الله عنها: قدم زيد بن حارثة المدينة والنبي صلى الله عليه وسلم في بيتي، فقرع الباب فقام إليه فاعتنقه وقبله
Artinya ( lebihkurang): Ummul Mu’minin ‘Aisyah berkata: Ketika Zaid bin Haritsah tiba ke Madinah, dan ketika itu baginda sedang berada dirumahku. Maka Zaid mengetuk pintu rumahku. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم berdiri menyambut kedatangannya, lalu memeluk dan menciumnya.
أخرج أبو داود عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كان والنبي صلى الله عليه وسلم يحدثنا فإذا قام قمنا إليه حتى نراه قد دخل
Artinya ( lebihkurang): Dikeluarkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah رضي الله عنه , katanya: Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم berbicara dengan kami. Apabila baginda berdiri, maka kamipun sehingga melihat baginda telah pun masuk (ke dalam rumahnya).
و أخرج أبو داود في سننه: أن النبي صلى الله عليه وسلم كان جالسا يوما فأقبل أبوه من الرضاعة فوضع له بعض ثوبه فجلس عليه، ثم أقبلت أمه من الرضاعة فوضع لها شق ثوبه من الجانب الآخر، ثم أقبل أخوه من الرضاعة فقام فأجلسه بين يديه
Artinya ( lebihkurang): Dikeluarkan oleh Abu Daud di dalam sunannya bahawa pada suatu hari Nabi صلى الله عليه وسلم sedang duduk. Lalu datang ayah susuan baginda. Baginda membentangkan kain baginda untuknya, dan dia (ayah susuan baginda) duduk diatasnya. Kemudian datang pula ibu susuan baginda. Baginda membentangkan bahagian dari kain baginda, dan dia (ibu susuan baginda) duduk diatasnya. Setelah itu datang saudara susuan baginda, maka baginda berdiri mempersilakan duduk bersama baginda.
Entri ini dituliskan pada Juni 22, 2008 pada 10:26 am dan disimpan dalam Maulid, kitab. . Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (4)
Ditulis oleh orgawam di/pada Juni 22, 2008
Bid’ah dan Perkara Mungkar Pada Sambutan Maulid Nabi
Tidak kita nafikan terdapat beberapa perkara bid’ah dan mungkar yang berlaku pada sebilangan kecil sambutan maulid Nabi صلى الله عليه وسلم yang diadakan di beberapa buah negara ‘Arab dan negara Islam lain. Perkara ini sering kali kita ingatkan dan tegurkan keburukannya. Namun begitu, alhamdulillah di kebanyakan majlis sambutan maulid yang kita hadiri tidak berlaku bid’ah dan perkara mungkar demikian.
Antara perkara mungkar tersebut adalah percampuran dan pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram yang merupakan pintu utama kejahatan dan sebab terbesar terjadinya fitnah seperti mana yang terdapat dalam hadits.
Antara bid’ah pada sebahagian sambutan maulid lagi ialah apa yang dilakukan oleh golongan yang jahil apabila menyambutnya dengan perkara-perkara yang melalaikan, permainan, nyanyian yang haram dan apa sahaja bentuk yang berkaitan yang termasuk dalam maksiat kepada Allah serta menghina larangan Allah.
Selain itu terdapat juga mereka yang menyambutnya melakukan perbuatan mungkar, meringan-ringankan shalat, bermuamalah dengan riba’, meninggalkan perkara-perkara sunnah (samada yang zahir mahupun batin).
Dan antara perkara yang buruk, yang dikira sebagai berpaling dari kebaikan dan apa yang datang dari Nabi صلى الله عليه وسلم adalah apabila sebahagian mereka hanya menyambutnya pada malam atau hari tertentu, kemudian melupakan dan meninggalkannya pada hari-hari lain sepanjang tahun. Sepanjang tahun mereka tidak ada langsung berkumpul untuk membaca sirah baginda dan mengingati kisah perjuangan baginda صلى الله عليه وسلم.
Terdapat di sebahagian tempat, mereka hanya memberi keutamaan mengingati Nabi صلى الله عليه وسلم dengan membaca sejarah baginda, mengharumkan majlis-majlis dengan membaca sifat-sifat, keutamaan baginda, madah dan pujian buat baginda, memberi makan serta perbuatan-perbuatan kebajikan lain hanya pada bulan Rabiul Awwal. Perkara-perkara ini memanglah amat baik dan tiada seorangpun meraguinya.
Namun apa yang wajib ke atas kita adalah melakukannya pada setiap hari sepanjang tahun, karena ingatan terhadap Rasul صلى الله عليه وسلم tidak mempunyai waktu yang terhad atau hari yang tertentu, malah ia merupakan agenda kehidupan seorang muslim setiap hari pada setiap urusan kehidupannya. Perhimpunan-perhimpunan yang diadakan ini pula adalah sebagai kunci bagi memperingatkan kita kepada kenyataan dan tujuan ini.
Jikalau sambutan-sambutan maulid bebas dari perkara-perkara bid’ah dan mungkar ini, tentu sekali ia merupakan wasilah yang terbaik bagi kebaikan, dan kaedah serta pintu yang termulia bagi dakwah kepada Allah, peringatan dan nasihat ummat manusia sebagai mencontohi generasi salafussoleh yang termulia.
Alhamdulillah, kebanyakan majlis sambutan maulid yang kita hadiri samada di sini mahupun di tempat-tempat lain, merupakan perhimpunan yang penuh kemuliaan dan kesucian, majlis yang dipenuhi dengan adab, perasaan indah dan penghormatan, perhimpunan keilmuaan, keutamaan, kegembiraan dan kegemilangan. Ia diadakan pula di masjid-masjid (tempat yang termulia di muka bumi), ataupun di dewan-dewan, dataran-dataran, sekolah dan institusi pengajian agama, mahupun di rumah para ulama. Ia dihadiri pula oleh para ulama besar serta para pendakwah ke jalan Allah yang menyerikan majlis dengan nasihat dan pengajaran mereka.
Mungkin mereka yang anti-sambutan maulid ini melihat kepada beberapa majlis yang diadakan yang mana terdapat padanya perkara-perkara bid’ah dan mungkar yang kita sebutkan di atas tadi. Kita jawab kepada mereka, sesungguhnya perkara-perkara mungkar tersebut tidak hanya terjadi pada sambutan maulid sahaja, tetapi juga pada sambutan-sambutan yang kita sepakati pensyariatannya, seperti di masjid-masjid, tempat-tempat mengerjakan haji dan umrah (terutamanya ketika berlaku kesesakan), atau pada perhimpunan-perhimpunan tahunan seperti solat eidul fitri dan eidul adha, wuquf di Arafah, melontar jamrah, dan apa jua perhimpunan lain. Namun begitu perkara mungkar ini tidak menjejaskan asas perhimpunan-perhimpunan ini,
لأن الماء الطهور لا ينجسه شيء
karena bahawasanya air yang suci lagi menyucikan itu tidak akan ternajis dengan sesuatu yang lain.
Maka bolehkah seorang yang berakal mengatakan kita harus melarang semua perhimpunan yang disyariatkan tersebut karena berlaku padanya perkara-perkara mungkar tersebut? سبحانك هذا بهتان عظيم (Maha Suci Engkau, ya Allah. Ini adalah satu pembohongan yang besar!)
Jika seorang yang benar-benar ingin melarang perkara mungkar dengan insaf dan berfikiran jelas tentulah mengatakan, wajib bagi kita mengingkari segala bentuk kemungkaran tidak kira berlaku dalam apa juga majlis, samada ia berlaku dalam sambutan maulid, mi’raj, haji, hari raya, tarawih, atau apa juga majlis lain, tanpa hanya menumpukan perhatian hanya pada sambutan maulid itu sendiri, dengan mengerah segala tenaga dan media, di forum-forum atau laman web tertentu atau diatas mimbar-mimbar masjid untuk memerangi perhimpunan bagi sambutan maulid.
Sesiapa yang ingin memerangi perkara mungkar dan bid’ah dengan hikmah dan keinsafan, tanpa mengkhususkannya pada sambutan tertentu sahaja, tentu sekali kita semua akan menyokong dan membantu sedaya upaya. Semoga segala sambutan yang kita adakan bersih dari perkara mungkar demi menjaga kesucian dan menghormati Tuan kepada sambutan maulid ini sendiri, صلى الله عليه وسلم.
Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (5)
Ditulis oleh orgawam di/pada Juni 22, 2008
BantahanYangGugur
Pada hakikatnya Maulid tidak lain dan tidak bukan adalah perhimpunan untuk mendengar sirah Nabi صلى الله عليه وسلم, serta memperingati kurniaan Allah Ta’ala ke atas umat ini dengan kelahiran Nabi Yang Mulia Lagi Penyantun dan Penyayang صلى الله عليه وسلم.
Namun demikian terdapat beberapa serangan liar serta bantahan yang sangat lemah, yang dipegang kuat oleh mereka yang mengingkari maulid. Malah mereka saban tahun akan membuat serangan-serangan ini demi menegakkan benang basah mereka.
Antara tuduhan mereka adalah, orang yang menyambut Maulid beriktiqad bahawa ia adalah hari raya yang ketiga. Dakwaan ini telah ditolak dan telah diterangkan sebelum ini.
Selain itu mereka juga mendakwa bahawa sambutan Maulid merupakan tambahan kepada syariat dan seolah-olah menokok tambah dalam agama. Ini karena, kata mereka, jika ia merupakan suatu perkara yang baik, tentu sekali Nabi صلى الله عليه وسلم akan membuatnya. Dakwaan ini merupakan suatu dakwaan liar yang lemah sama-sekali. Ini karena, tiada seorang pun sama ada orang awam di kalangan Muslimin, jauh sekali para ulama, yang akan beriktiqad atau menyangka sedemikian. Tambahan pula, bukanlah semua yang tidak dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم atau salaf, dan dilakukan oleh golongan selepas mereka dikira sebagai cubaan menyempurnakan agama atau menokok tambah dalam syariah. Amat jauh sekali fahaman ini. Kalaulah demikian di manakah pintu ijtihad?
Apakah yang mereka katakan pada ribuan masa’il ijtihadiah (permasalahan yang diselesaikan dengan ijtihad para mujtahidin) yang diselesaikan selepas kurun-kurun yang utama tersebut? Adakah ia menyempurnakan agama juga? Dan bolehkah kita katakan semua permasalahan ini, terlepas pandang dari Nabi صلى الله عليه وسلم dan para Salaf? Atau mereka melupakannya atau tercuai dari menyelesaikannya?. سبحانك هذا بهتان عظيم (Maha Suci Engkau, ya Allah. Ini adalah satu pembohongan yang besar!) Ini merupakan satu sangkaan yang jelas sesat.
Seterusnya kita persoalkan, siapakah yang mendakwa bahawa amalan maulid ini mempunyai cara dan teknik yang berbentuk ta’abbudiyyah yang mempunyai nash secara langsung ke atasnya? Dakwaan ini merupakan sebesar-besar tipu daya dan sebathil-bathil perkara yang cuba diserapkan oleh mereka. Dakwaan ini juga telah kita jawab sebelum ini.
Selain itu mereka mengatakan bahawa sambutan maulid ini merupakan bid’ah dari kelompok Rafidhah, karena yang pertama menciptakan sambutan ini adalah kerajaan Fatimiyyah yang mereka katakan zindiq, rafidhah dan keturunan Abdullah bin Saba’. Begitulah apa yang mereka dakwa.(12)
Jawaban kepada tuduhan ini telah kita sebutkan sebelum ini, yang mana sesungguhnya yang pertama sekali menyambut maulid adalah shohib kepada Maulid ini sendiri, iaitu Saiyiduna Muhammad صلى الله عليه وسلم. Kita telah sebutkan dalil-dalil shahih padanya yang mana tiada khilaf padanya.
Adapun perselisihan pada kaifiat dan jalannya (tekniknya) yang sentiasa berkembang dan berubah, ia bukanlah suatu perkara yang mesti mempunyai nash secara langsung. Malah sebenarnya umat Islam telahpun menyambutnya sebelum zaman Fatimiyyah lagi. Dan para ulama telah menyusun perihal maulid ini dalam kitab-kitab yang khas baginya.
Penipuan dan Pemalsuan Terhadap Ibn Katsir
Kita juga ada membaca dan mendengar cubaan mereka yang anti-maulid, untuk menyebarkan kebathilan mereka dengan apa jua cara, walau dengan pemalsuan (seperti mana kebiasaan mereka bagi mengaburi orang awam di kalangan Muslimin, terutamanya yang kurang ilmu), apabila mereka mengatakan begini (dengan lafaz mereka sendiri):(13 )
“Sesungguhnya al-Hafiz Ibnu Katsir menyebutkan dalam al-Bidayah wa an-Nihayah (Jilid 11 mukasurat 172), bahawa Daulah Fatimiyah al-Ubaidiyyah (yang dinisbahkan kepada Ubaidullah bin Maimun al-Qadaah berbangsa Yahudi), yang memerintah Mesir dari tahun 357H hingga 567H, telah mengadakan pelbagai sambutan pada hari-hari yang tertentu, dan antaranya ialah sambutan Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم.” – Tamat petikan
Beginilah yang mereka naqalkan dari al-Hafiz Ibnu Katsir. Dan apabila kita merujuk kepada apa yang mereka sebutkan, kita katakan kepada mereka: Wallahi, Kamu semua telah berdusta!!! Sesungguhnya kami dapati daripada apa yang kamu dakwa daripada al-Hafiz Ibnu Katsir merupakan satu dustaan, tipudaya, pemalsuan dan pengkhianatan dalam mengambil kata-kata ulama.
Nah, bagaimanakah kita boleh mempercayai dan berasa aman dengan mereka yang sanggup berbuat demikian kepada ulama? Mereka amat taksub dan mengikut hawa nafsu mereka sehingga sanggup berbuat apa sahaja dan enggan bermunaqasyah dengan adil, insaf dan jauh dari hawa nafsu.
Berikut pendapat sebenar al-Hafiz Ibn Katsir pada amalan maulid dan perkembangannnya, dan yang telah disembunyikan oleh mereka yang mendakwa kononnya mereka bermunaqasyah dengan penuh keadilan dan keinsafan. Al-Hafiz Ibn Katsir berkata dalam al-Bidayah wa an-Nihayah Juzuk 13, Halaman 136, Terbitan Maktabah al-Ma’arif seperti berikut:
“… al-Malik al-Mudzaffar Abu Sa’id al-Kukabri, salah seorang dari pemimpin besar yang cemerlang serta raja-raja yang mulia, baginya kesan-kesan yang baik14 (lihat kata Ibn Katsir “kesan-kesan yang baik”), beliau telah mengadakan maulid yang mulia pada bulan Rabiulawwal, dan mengadakan sambutan yang besar. Selain itu, beliau seorang yang amat berani, berakal, alim lagi adil. Semoga Allah merahmati beliau dan memperbaikkan kesudahannya…” dan beliau berkata seterusnya : “dan beliau (Sultan Muzaffar) berbelanja untuk menyambut maulid 300,000 dinar”
Maka lihatlah sidang pembaca sekalian, kepada puji-pujian kepadanya oleh Ibn Katsir, yang menyifatkan beliau sebagai seorang yang alim, adil lagi berani, dan tidak pernah mengatakan, zindiq, pembuat dosa, fasiq, melakukan dosa besar, sepertimana yang didakwa oleh mereka yang menentang sambutan ini. Sidang pembaca boleh merujuk sendiri kepada rujukan yang diberi, dan akan menemui kata-kata yang lebih hebat lagi dari ini, yang tidak disebutkan di sini bagi tidak memanjangkan perbahasan ini.
Lihatlah juga kata-kata al-Imam al-Hafiz adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam an-Nubala’, Juzuk 22, halaman 336, ketika menerangkan perihal al-Malik al-Mudzaffar apabila disebutkan: “Beliau merupakan seorang yang tawadhu’, baik, ahli sunnah, dan menyintai para fuqaha’ dan muhadditsin.”
Selain itu bagi menjawab bantahan mereka kononnya ulamak silam mencerca sambutan ini, kita bawakan kata-kata yang jelas dari tiga ulamak yang kehebatan mereka diakui semua.
1) Al-Imam al-Hujjah al-Hafiz as-Suyuthi: Di dalam kitab beliau, al-Hawi lil Fatawa, beliau telah meletakkan satu bab yang dinamakan Husnul Maqsad fi ‘Amalil Maulid, halaman 189, beliau mengatakan: Telah ditanya tentang amalan Maulid Nabi صلى الله عليه وسلم pada bulan Rabiul Awal, apakah hukumnya dari sudut syara’? Adakah ia dipuji atau dicela? Adakah pelakunya diberikan pahala atau tidak?
Dan jawapannya di sisiku: Bahawasanya asal kepada perbuatan maulid, iaitu mengadakan perhimpunan orangramai, membaca al-Quran, sirah Nabi dan kisah-kisah yang berlaku pada saat kelahiran baginda dari tanda-tanda kenabian, dan dihidangkan jamuan, dan bersurai tanpa apa-apa tambahan daripadanya, ia merupakan bid’ah yang hasanah yang diberikan pahala siapa yang melakukannya karena padanya mengagungkan kemuliaan Nabi صلى الله عليه وسلم dan menzahirkan rasa kegembiraan dengan kelahiran baginda yang mulia.
2) Syeikh Ibn Taimiyah : “Di dalam kitab beliau, Iqtidha’ as-Shiratil Mustaqim, cetakan Darul Hadis, halaman 266, beliau nyatakan: Begitu juga apa yang dilakukan oleh sebahagian manusia samada menyaingi orang Nasrani pada kelahiran Isa عليه السلام, ataupun kecintaan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijtihad ini…”
Seterusnya beliau nyatakan lagi : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya.”
Kita pula tidak mengadakan maulid melainkan seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah sebagai: “Kecintaan kepada Nabi dan mengagungkan baginda.”
3) Syeikhul Islam wa Imamussyurraah al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani: Berkata al-Hafiz as-Suyuthi dalam kitab yang disebutkan tadi: Syeikhul Islam Hafizul ‘Asr Abulfadhl Ibn Hajar telah ditanya tentang amal maulid, dan telah dijawab begini: “Asal amal maulid (mengikut cara yang dilakukan pada zaman ini) adalah bid’ah yang tidak dinaqalkan dari salafussoleh dari 3 kurun (yang awal), walaubagaimanapun ia mengandungi kebaikan serta sebaliknya. Maka sesiapa yang melakukan padanya kebaikan dan menjauhi yang buruk, ia merupakan bid’ah yang hasanah.
Telah jelas bagiku pengeluaran hukum ini dari asal yang tsabit iaitu apa yang tsabit dalam shahihain (shahih al-Bukhari dan shahih Muslim) bahawa Nabi صلى الله عليه وسلم ketika tiba di Madinah mendapati orang Yahudi berpuasa Asyura’, lalu baginda bertanya kepada mereka (sebabnya). Mereka menjawab: Ia merupakan hari ditenggelamkan Allah Fir’aun dan diselamatkan Musa, maka kami berpuasa karena bersyukur kepada Allah. Maka diambil pengajaran darinya melakukan kesyukuran kepada Allah atas apa yang Dia kurniakan pada hari tertentu, samada cucuran nikmat atau mengangkat kesusahan.”
Seterusnya beliau berkata lagi: Dan apakah nikmat yang lebih agung dari nikmat diutuskan Nabi ini صلى الله عليه وسلم, Nabi Yang Membawa Rahmat, pada hari tersebut? Dan ini adalah asal kepada amalan tersebut. Manakala apa yang dilakukan padanya, maka seharusnya berlegar pada apa yang difahami sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah Ta’ala samada tilawah, memberi makan, sedekah, membacakan puji-pujian kepada Nabi, penggerak hati atau apa sahaja bentuk kebaikan dan amal untuk akhirat.”
Inilah istinbat-istinbat yang dikatakan oleh mereka yang menentang sambutan maulid (anti-maulid) sebagai istidlal yang bathil serta qias yang fasid, lalu mereka mengingkarinya. Cukuplah bagi kita memerhatikan siapakah yang mengingkari dan siapa pula yang mereka ingkari!!!
Golongan yang anti-maulid juga mengatakan bahawa Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah melakukannya, begitu juga khulafa’ ar-rasyidun serta tidak juga dari mereka dikalangan para sahabat yang lain.
Maka Kita katakan kepada mereka bahawa sekadar meninggalkan sesuatu perkara tanpa diiringi nash bahawa apa yang ditinggalkan adalah perkara yang dilarang, bukanlah merupakan satu nash padanya. Malah ada menunjukkan bahawa apa yang ditinggalkan itu suatu yang disyariatkan. Manakala suatu perbuatan yang ditinggalkan menjadi suatu perkara yang dilarang bukanlah diambil dari sifatnya ditinggalkan semata-mata, tetapi berdasarkan dalil lain yang menunjukkan larangan. Walau bagaimanapun soal jawab ini gugur karena kita katakan apa yang bercanggah adalah pada teknik dan cara, bukannya pada asal hakikat maulid itu sendiri yang ada dilakukan sendiri oleh baginda صلى الله عليه وسلم.
Dan adapun dakwaan mereka dengan bahawa kebanyakan yang menyambut maulid ini adalah golongan fasiq dan yang membuat maksiat merupakan satu tuduhan yang jelas tidak berasas sama sekali. Mereka perlu membawakan bukti pada apa yang mereka katakan. Jika tidak ini merupakan suatu fitnah kepada majoriti umat Islam di seluruh dunia, dan merupakan satu maksiat dan dosa besar pula ke atas mereka. Malah kita juga sudah menjawab dakwaan ini sebelum ini.
Antara bantahan mereka lagi ialah: Sesungguhnya sambutan ini bukanlah dalil kecintaan kepada baginda صلى الله عليه وسلم.
Jawaban baginya pula ialah: Kita tidak mengatakan bahawa sambutan maulid ini merupakan satu-satunya dalil kecintaan kepada baginda صلى الله عليه وسلم, dan siapa yang tidak menyambutnya bukanlah pencinta. tetapi apa yang kita katakan adalah: Sesungguhnya sambutan maulid ini merupakan satu tanda daripada tanda-tanda kecintaan kepada baginda, dan ia merupakan satu dalil dari dalil-dalil kepada kaitan kita kepada baginda dan mengikuti baginda. Selain itu, tidak semestinya siapa yang tidak menyambutnya bukan seorang pencinta atau pengikut baginda.
Dan sabitnya kecintaan dengan mengikuti jejak baginda tidak menafikan tsabitnya kecintaan dengan mengikuti baginda serta ditambah lagi dengan mengambil berat dan berusaha lagi, seperti mana yang disyariatkan, yang tergambar dalam sambutan ini. Sambutan ini pula tidak terkeluar dari kaedah dan asas-asas syariah di sisi mereka yang berakal.
Antara bantahan mereka yang gugur lagi ialah, kata-kata sebahagian mereka bahawa ayat Alquran yang kita sebutkan dalam dalil ketiga, (bahagian 1) sebelum ini iaitu :
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ…
Mereka mengatakan bahawa ayat ini tidak menunjukkan kepada kegembiraan dengan adanya Rasul صلى الله عليه وسلم karena yang dimaksudkan dengan rahmat di sini adalah Islam dan Al-Quran. Mereka juga menaqalkan kata-kata beberapa mufassir padanya, serta beberapa atsar padanya, walaupun tidak diriwayatkan langsung hadits marfu’ padanya.
Kita katakan: Subahanallah!. Betapa pelik dan ajaibnya kata-kata ini. Kalaulah yang berkata ini tidak mengucapkan syahadah, nescaya kita katakan dia adalah seorang musuh yang nyata menyesatkan, mempunyai dendam dan hasad serta niat jahat. Namun kalimah tauhid yang disebutkan menyelamatkan mereka dari kata-kata ini, lalu dengan lidah-lidah sesama mu’min yang mengesakan Allah serta mangasihi satu sama lain, kita bersangka baik kepada mereka bahawa ini adalah karena kejahilan mereka serta salah faham.
Dan sebagai jawapan bagi bantahan ini, kita katakan bahawa telah jelas disifatkan Nabi صلى الله عليه وسلم sebagai rahmat dalam ayat-ayat dan hadits yang begitu banyak yang sebahagiannya telah pun kita sebutkan sebelum ini. Maka apakah penghalang dari kita katakan rahmat dalam ayat yang disebutkan ini juga merangkumi Nabi صلى الله عليه وسلم, maka kita katakan Islam, Al-Quran dan Nabi صلى الله عليه وسلم semuanya adalah rahmat.
Dan siapakah yang datang dengan Islam yang merupakan rahmat? Dan siapa pula yang diturunkan padanya Al-Quran yang merupakan rahmat? Bukankah baginda Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang datang dengan rahmat ini? Jikalah tidak didatangkan dalam Al-Quran nash yang jelas menunjukkan secara mutlak zat serta syakhsiah baginda yang mulia sebagai rahmat, cukuplah penyataan di atas sebagai menunjukkan bahawa yang membawa rahmat itu sendiri adalah rahmat. Dan berdasarkan manhaj mentafsir Al-Quran dengan al-Quran, tidak syak lagi bahawa ayat tersebut merangkumi Nabi صلى الله عليه وسلم yang merupakan rahmat yang diperintahkan oleh Allah kepada kita supaya bergembira dengannya.
bantahan mereka lagi ialah: Sesungguhnya hari kelahiran baginda adalah hari kewafatan baginda juga. Maka kegembiraan tentulah tidak lebih utama dari kesedihan. Dan lebih utama bagi seorang yang menyintai menganggap hari ini sebagai hari berkabung dan bersedih.
Kita katakan: Sesungguhnya cukuplah bagi kita al-Imam Al-’Allamah Jalaluddin as-Suyuthi sebagai balasan kepada kesalahan ini. Beliau telah menyatakan di dalam kitabnya al-Hawi: Sesungguhnya kelahiran baginda صلى الله عليه وسلم merupakan seagung-agung nikmat, manakala kewafatan baginda musibah terbesar kepada kita. Dan syariah menyeru kita untuk menzahirkan kesyukuran atas nikmat, dan sabar serta bertenang ketika ditimpa musibah. Syariat telah memerintahkan ‘aqiqah pada kelahiran sebagai menzahirkan kesyukuran dan kegembiraan atas kelahiran. Sebaliknya tidak pula diperintahkan demikian atau lainnya ketika kematian, malah dilarang pula ratapan dan menunjukkan kesedihan yang teramat sangat. Maka kaedah syariah telah menunjukkan bahawa pada bulan ini digalakkan menunjukkan kegembiraan dengan kelahiran baginda صلى الله عليه وسلم, dan bukanlah menunjukkan kesedihan dengan kewafatan baginda صلى الله عليه وسلم.
Antara bantahan mereka yang gugur lagi ialah bahawa kisah Abu Lahab yang membebaskan Tsuwaibah ketika dikhabarkan kepueteraan Nabi صلى الله عليه وسلم merupakan satu atsar yang bathil, karena ia hanya sebuah mimpi yang tidak boleh dijadikan hujah, serta bercanggah dengan al-Quran. Kemudian mereka berdalilkan kata-kata Ibn Hajar dan mereka berkata : Telah berkata al-Hafiz di dalam al-Fath bahawa ia adalah mimpi yang tiada hujah padanya.
Kita katakan bahawa, Ibn Hajar yang mereka ambil kata-katanya sebagai dalil dan mereka sifatkan sebagai “al-Hafiz” merupakan Ibn Hajar yang sama yang telah mengistinbatkan hukum maulid berdasarkan asas yang shohih berdalilkan hadits puasa ‘asyura’ (seperti disebutkan sebelum ini), lalu mereka tidak mengambil kata-katanya malah mengatakan : “Pendalilan ini adalah pendalilan yang bathil dan kias yang fasid”.
Lihatlah kepada kepincangan teknik mereka. Apabila mereka menyangka ijtihad Ibn Hajar menepati hawa mereka, lantas mereka katakan: “telah berkata ‘Al-Hafiz’”, sebagai menghormati dan memuliakan beliau dengan gelaran ini. Tetapi apabila bercanggah dengan hawa mereka, mereka tidak akan menyebutkan demikian malah mengatakan dalilnya fasid dan kiasnya fasid.
Tambahan pula, ini merupakan gambaran jelas kejahilan mereka yang anti sambutan maulid ini yang kononnya mengambil dalil dari kata-kata Ibn Hajar pada menolak khabar berkaitan tsuwaibah. Ini karena orang yang menaqalkan kata-kata ini telah menyeleweng serta menggunakan kata-kata Ibn Hajar mengikut nafsunya semata-mata, dan tidak mendatangkannya dengan gambaran yang sebenar. Kalaulah didatangkan kata-kata beliau dengan sempurna, tentulah gugur hujjah mereka. Ini karena al-Hafiz Ibn Hajar telah menolak serangan ini di penghujung perbahasannya tentang tajuk tersebut dengan mengatakan bahawa Allah Ta’ala berhak untuk melebihkan apa yang dikehendaki ke atas Abu Lahab, seperti mana yang dikurniakan kepada Abu Talib. Sesiapa yang merujuk kitab tersebut dengan sempurna tentu sekali akan memahami secara jelas pendapat Ibn Hajar yang sebenarnya.
Berkenaan hadits atau khabar tersebut pula, kita katakan secara ringkasnya bahawa kisah tersebut adalah sangat masyhur dalam kitab-kitab hadits dan sirah, dan telah dipetik dari para huffaz yang muktabar dan muktamad. Dan cukuplah bagi kita bahawa ia diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab shahihnya, yang kita sepakati kesahihannya yang tidak disangkal sama sekali.
Selain itu permasalahan ini termasuk dalam bab manaqib dan kelebihan serta kemuliaan yang mana tidak disyaratkan padanya sahihnya suatu khabar tersebut. Selain itu dakwaan mereka bahawa khabar ini sekadar mimpi yang tidak boleh dijadikan hukum syara’, kita katakan bahawa mereka tidak tahu membezakan antara hukum syara’ dan bukan. Pada hukum syara’ memang ada padanya perselisihan sama ada mimpi boleh dijadikan hujjah ataupun tidak. Adapun dalam bab manaqib seperti ini, berpegang dengan mimpi adalah dibolehkan secara mutlak. Inilah yang dipegang oleh para huffaz berdasarkan mimpi masyarakat jahiliyah akan tanda perutusan Rasulullah صلى الله عليه وسلم serta perkhabaran lain. Perkara ini banyak sekali terdapat dalam kitab-kitab sunnah terutamanya dalam menceritakan tanda-tanda kenabian.
Mereka juga mengatakan bahawa yang bermimpi dan meriwayatkan khabar ini, iaitu Abbas, dalam keadaan kufur, sedangkan orang kafir tidak diterima persaksian mereka dan tidak diterima khabar dari mereka. Ini merupakan kata-kata yang ditolak, dan tiada padanya haruman ilmiah langsung. Ini karena tidak pernah langsung kita katakan mimpi merupakan suatu persaksian. Maka tidak disyaratkan padanya keislaman seseorang. Ini seperti yang diriwayatkan dalam al-Quran kisah mimpi raja Mesir di zaman Nabi Yusuf عليه السلام yang merupakan seorang penyembah berhala, akan tetapi dijadikan sebagai tanda kenabian Nabi Yusuf عليه السلام. Kalaulah ia tidak boleh dijadikan dalil serta tiada faedah, mengapa pula disebutkan oleh Allah dalam al-Quran?
Dan apa yang lebih pelik lagi ialah, mereka mengatakan bahawa Abbas bermimpi ketika beliau kafir, dan orang kafir tidak diterima persaksian mereka, sedangkan kata-kata ini hanya layak keluar dari mereka yang tidak mengetahui ilmu hadits sahaja. Ini karena apa yang dinyatakan dalam ilmu hadits adalah periwayat hadits yang mengambil hadits ketika kafir kemudian meriwayatkannya sesudah Islamnya, boleh diambil riwayatnya serta diamalkan. Lihatlah contoh-contoh bagi perkara ini dalam kitab-kitab ilmu hadits, supaya anda akan mengetahui bahawa orang yang mengatakan begini adalah orang yang berkata tanpa ilmu, dan sesungguhnya nafsunyalah yang mendorongnya menceburkan diri dalam bidang yang dia bukan ahlinya.
Selain itu, apa yang lebih kuat lagi ialah, mimpi Abbas ini bukanlah seperti mimpi lain. Ini karena beliau telah menceritakannya ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم ada bersama, dan baginda mendengar serta menyetujuinya dan membenarkannya. Jikalau ia merupakan sesuatu yang salah atau bercanggah dengan agama, tentu sekali baginda akan mengingkarinya. Dan oleh karena baginda telah mendengar dan bersetuju dengannya, maka ia telah menjadi sunnah taqririah.
_________________________________
Catatan kaki:
(12) dan (13): Tuduhan ini dibuat oleh Shaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (meninggal pada1420H), bekas mufti Saudi didalam fatwanya (rujuk fatwa markaz ad-dakwah wa al-irsyad)
(14) Maksudnya menpunyai akhlaq yang baik.
Saya bawakan petikan dari kitab Irsyadul Jawiyyin ila Sabilil Ulama-il ‘Amilin oleh Tuan Guru Hj ‘Abdul Qadir bin Hj Wan Ngah Sekam. “ …… iaitu satu raja yang adil dan ‘alim … namanya Abu Said Kukubri bin Zainuddin … raja negeri Irbil dan bercerita oleh setengah mereka …….. [seterusnya] …. Dan cerita oleh isterinya bahawa baju bagi raja itu tak sampai harga lima dirham pun, maka isterinya merepek [berleter] kepadanya, maka jawab raja itu: Pakai aku akan kain lima dirham dan bersedekah aku dengan dirham yang lebih lagi itu terlebih baik daripada aku pakai yang mahal dan tinggal aku akan faqir miskin …..” - Halaman 11. – Tamat petikan -.
Al-Malik al-Mudzaffar Abu Sa’id al-Kukabri adalah ipar kepada Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Beliau gugur syahid didalam medan jihad menentang tentera salib Perancis ketika mempertahan kota Akka pada tahun 630H. Beliau pernah menghadiahkan wang sebanyak seribu dinar kepada Shaikh Abu al-Khattab ibn Dihya karena telah menyusun untuk beliau sebuah kitab maulid bertajuk al-Tanwir fi Maulid al-Bashir al-Nadzir. – Wallahu a’lam
Sayyid Muhammad ibn Alwi al-Maliki Tentang Maulid (6-Tamat)
Ditulis oleh orgawam di/pada Juni 22, 2008
Sebahagian Kitab Yang Masyhur Berkenaan Maulid
Kitab-kitab yang ditulis berkenaan maulid terlalu banyak, dalam pelbagai bentuk penulisan. Di sini kita tidak akan menyebut semua kitab tersebut, tetapi kita akan menyebutkan sebahagian sahaja daripadanya, terutamanya dari pada huffazul hadits, serta para Imam, yang ada menulis kitab maulid dan terkenal pula karangan mereka ini. Cukuplah sekian banyak kitab ini menjadi pedoman kita akan keutamaan dan kemuliaan maulid Nabi ini.
Antara yang mengarang kitab-kitab tersebut adalah:
1) Al-Imam al-Muhaddis al-Hafiz Abdul Rahman bin Ali yang terkenal dengan Abulfaraj ibnul Jauzi (wafat tahun 597H), dan maulidnya yang masyhur dinamakan “Al-Arus”. Telah dicetak di Mesir berulang kali.
2) Al-Imam al-Muhaddis al-Musnid al-Hafiz Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan Ibn Dahyatilkalbi (wafat tahun 633H). Beliau mengarang maulid yang hebat yang mempunyai tahqiq yang begitu berfaedah yang dinamakan “At-Tanwir Fi Maulidil Basyirin Nadzir”
3) Al-Imam Syeikhul Qurra’ Waimamul Qiraat pada zamannya, al-Hafiz al-Muhaddis al-Musnid al-Jami’ Abulkhair Syamsuddin Muhammad bin Abdullah al-Juzuri asy-Syafi’e (wafat tahun 660H). Maulidnya dalam bentuk manuskrip berjudul “‘Urfutta’rif bilmaulidis syarif”
4) Al-Imam al-Mufti al-Muarrikh al-Muhaddis al-Hafiz ‘Imaduddin Ismail bin Umar ibn Katsir, penyusun tafsir dan kitab sejarah yang terkenal (wafat tahun 774H). Ibn Katsir telah menyusun satu maulid nabi yang telah pun diterbitkan dan ditahqiq oleh Dr Solahuddin al-Munjid.
Kemudiannya maulid ini telah ditanzimkan dan disyarahkan oleh al-’Allamah al-Faqih as-Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafidz, Mufti Tarim, dan diberi komentar pula oleh al-Marhum al-Muhaddis as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, yang telah diterbitkan di Syria pada tahun 1387H.
5) Al-Imam al-Kabir wal’alim asy-Syahir, Hafizul Islam wa ‘Umdatul Anam, wa Marja’il Muhaddisin al-A’lam, al-Hafiz Abdul Rahim ibn Husain bin Abdul Rahman al-Misri, yang terkenal dengan al-Hafiz al-Iraqi (725H - 808H). Maulidnya yang mulia dan hebat, dinamakan “Al-Mauridul Hana” dan telah disebutkan oleh ramai huffaz seperti Ibn Fahd dan As-Suyuthi.
6) Al-Imam al-Muhaddis al-Hafiz Muhammad bin Abi Bakr bin Abdillah al-Qisi ad-Dimasyqi asy-Syafie, yang terkenal dengan al-Hafiz Ibn Nasiriddin ad-Dimasyqi (777-842H). Beliau merupakan ulamak yang membela Ibn Taymiyah malah menulis kitab bagi menjawab pertuduhan ke atas Ibn Taimiyah. Beliau telah menulis beberapa kitab maulid, antaranya:
i) “Jami’ul Atsaar Fi Maulidinnabiyil Mukhtar” dalam 3 Jilid
ii) “Al-Lafdzurra’iq Fi Maulid Khairil Khalaiq” - berbentuk ringkasan. iii) “Maurid As-Sabiy Fi Maulid Al-Hadi”
7) Al-Imam al-Muarrikh al-Kabir wal Hafiz asy-Syahir Muhammad bin Abdul Rahman al-Qahiri yang terkenal dengan al-Hafiz as-Sakhawi (831-902H) yang mengarang kitab Addiyaullami’ dan kitab-kitab lain yang berfaedah. Beliau telah menyusun maulid Nabi dan dinamakan “Al-Fakhrul ‘Alawi Fi al-Maulid an-Nabawi” (Disebutkannya dalam kitab ad-Diyaullami’, Juzuk 8, halaman 18).
8 ) Al-Allamah al-Faqih ss-Sayyid Ali Zainal Abidin as-Samhudi al-Hasani, pakar sejarah dari Madinah al-Munawarrah (wafat tahun 911H). Maulidnya yang ringkas (sekitar 30 muka surat) dinamakan “Al-Mawarid Al-Haniyah Fi Maulid Khairil Bariyyah”. Kitab ini dalam tulisan khat nasakh yang cantik dan boleh didapati di perpustakaan-perpustakaan di Madinah, Mesir dan Turki.
9) Al-Hafiz Wajihuddin Abdul Rahman bin Ali bin Muhammad asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidi asy-Syafie, yang terkenal dengan Ibn Daibai’e. beliau dilahirkan pada bulan Muharram 866H, dan meninggal dunia pada hari Jumaat, 12 Rejab 944H. Beliau merupakan salah seorang Imam pada zaman beliau, dan merupakan kemuncak masyaikhul hadits. Beliau telah meriwayatkan hadits-hadits al-Bukhari lebih seratus kali, dan membacanya sekali dalam masa enam hari. Beliau telah menyusun maulid yang amat masyhur dan dibaca di merata dunia (maulid daibaie). Maulid ini juga telah ditahqiq, diberi komentar serta ditakhrijkan haditsnya oleh al-Marhum al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki.
10) Al-’Allamah al-Faqih al-Hujjah Syihabuddin Ahmad ibn Hajar al-Haitami (wafat tahun 974H). Beliau merupakan mufti Mazhab Syafie di Makkah al-Mukarramah. Beliau telah mengarang maulid yang sederhana (71 mukasurat) dengan tulisan khat naskh yang jelas yang boleh didapati di Mesir dan Turki. Beliau namakannya “Itmamun Ni’mah ‘Alal ‘Alam Bimaulid Saiyidi Waladi Adam”. Selain itu beliau juga menulis satu lagi maulid yang ringkas, yang telah diterbitkan di Mesir dengan nama “An-Ni’matul Kubra ‘Alal ‘Alam Fi Maulid Saiyidi Waladi Adam”.
As-Syeikh Ibrahim al-Bajuri pula telah mensyarahkannya dalam bentuk hasyiah dan dinamakannya : “Tuhfatul Basyar ‘ala Maulid Ibn Hajar”
11) Al-’Allamah al-Faqih asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad ys-Syarbini al-Khatib (wafat tahun 977H). Maulidnya dalam bentuk manuskrip sebanyak 50 halaman, dengan tulisan yang kecil tetapi boleh dibaca.
12) Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid al-Faqih asy-Syaikh Nuruddin Ali bin Sultan al-Harawi, yang terkenal dengan al-Mulla Ali al-Qari (wafat tahun 1014H) yang mensyarahkan kitab al-Misykat. Beliau telah mengarang maulid dengan judul “Al-Maulidurrawi Fil Maulidin Nabawi”. Kitab ini juga telah ditahqiq dan diberi komentar oleh al-Marhum al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dan dicetak di Matba’ah As-Sa’adah Mesir tahun 1400H/1980M.
13) Al-’Allamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan bin Abdil Karim al-Barzanji, Mufti Mazhab As-Syafi’e di Madinah al-Munawarah (khilaf pada tahun wafatnya, 1177H atau 1184H). Beliau merupakan penyusun maulid yang termasyhur yang digelar Maulid al-Barzanji. Sebahagian ulama menyatakan nama sebenar kitab ini ialah “‘Aqdul Jauhar Fi Maulidin Nabiyil Azhar”. Maulid ini merupakan maulid yang termasyhur dan paling luas tersebar di negara-negara Arab dan Islam, di timur dan barat. Malah dihafal dan dibaca oleh orang Arab dan ‘Ajam pada perhimpunan-perhimpunan mereka yang berbentuk kemasyarakatan dan keagamaan.
14) Al-’Allamah Abul Barakat Ahmad bin Muhammad bin Ahmad al-’Adawi yang terkenal dengan ad-Dardir (wafat tahun 1201H). Maulidnya yang ringkas telah dicetak di Mesir dan terdapat hasyiah yang luas padanya oleh Syeikul Islam di Mesir, al-Allamah As-Syeikh Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al-Baijuri atau al-Bajuri (wafat tahun 1277H).
15) Al-’Allamah asy-Syeikh Abdul Hadi Naja al-Abyari Al-Misri (wafat tahun 1305H). Maulidnya yang ringkas dalam bentuk manuskrip.
16) Al-Imam al-’Arifbillah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid asy-Syarif Muhammad bin Ja’far al-Kattani al-Hasani (wafat tahun 1345H). Maulidnya berjudul (Al-Yumnu Wal-Is’ad Bimaulid Kharil ‘Ibad” dalam 60 halaman, telah diterbitkan di Maghribi pada tahun 1345H.
17) Al-’Allamah al-Muhaqqiq asy-Syeikh Yusuf an-Nabhani (wafat tahun 1350H). Maulidnya dalam bentuk susunan bait dinamakan “Jawahirun Nazmul Badi’ Fi Maulidis Syafi’” diterbitkan di Beirut berulangkali.
Begitulah sebahagian daripada kitab-kitab maulid yang telah disusun oleh para ulamak ummat Islam yang terkenal. Kebanyakan maulid yang ada hari ini dikarang oleh para huffaz, muhaddisin dan ulamak yang masyhur. Cukuplah bagi kita melihat betapa maulid ini begitu dimuliakan oleh para ulamak silam, tetapi cuba diingkari oleh mereka yang mengaku cerdik pandai dalam agama di zaman ini.
نسأل الله سبحانه و تعالى تمامها وظهورها و أن يجعلها خالصة لوجهه الكريم
وصلى الله وسلم وبارك على يسدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
- TAMAT TERJEMAHAN-
Penutup
Semoga terjemahan ini memberi gambaran sebenar yang jelas serta kefahaman yang jitu kepada para pembaca tentang persoalan menyambut maulid Nabi صلى الله عليه وسلم . Usahlah terpedaya kepada mereka yang menentang akan sambutan ini. Saya, Abu Zahrah mengucapkan jutaan terimakasih kepada al-Fadhil Ustaz Sayyid Abdul Kadir al-Joofre karena mengizinkan saya untuk menggunakan sebahagian daripada terjemahannya serta membuat pengolahan. Dan semoga Allah merahmati dan memberkati penulis asal kitab iaitu al-Marhum al-Muhaddits as-Sayyid Muhammad bin Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul Aziz al-Maliki al-Makki al-Hasani.
اللهم انشرنفحات الرضوان عليه وإمدنا بالأسرار التي أودعتهالديه. اللهم صل وسلم على جده النبي الأمين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
InsyaAllah kita akan menyambut maulid dalam waktu terdekat, oleh itu marilah menghadiri sambutan maulid di masjid, surau, balairaya atau dimana sahaja – hayatilah sirah yang dibaca, jiwailah shalawat yang dialunkan, fahamilah tazkirah yang disampaikan, karena ia akan menyuburkan serta menambahkan lagi rasa kasih serta cinta kita kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم .- jiwa kita akan lebih bertenaga untuk terus mengikuti segala ajarannya, jejak langkahnya dalam rangka kita mentaati Allah setiap detik dan ketika.
وصلى الله على خير خلقه سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
-Abu Zahrah-
Entri ini dituliskan pada Juni 22, 2008 pada 10:51 am dan disimpan dalam Maulid, kitab. . Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
Poskan Komentar Di: Rabithah Alawiyah Jember
Visi dan Misi
AZAS, VISI, MISI dan TUJUAN, Dalam Anggaran Dasar telah dinyatakan bahwa organisasi ini mempunyai Azas, Visi, Misi dan Tujuan sebagaimana ditetapkan dalam Muktamar,yaitu:
• Azas
Rabithah Alawiyah dibangun dengan azas Islam yaitu berpegang kepada Alquran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW, sebagai kelanjutan dari apa yang diwariskan oleh tokoh Alawiyin pendiri Arrabitatoel al-Alawijah, sesuai dengan Thariqah Alawiyah. Menerima Pancasila sebagai azas Negara RI.
• Visi
Menjadi wadah penggerak dan pemersartu Alawiyin di Indonesia.
• Misi
Membina Ukhuwah Islamiyah, meningkatkan kesadaran dan peran serta Alawiyin dalam kehidupan bermasyarakat , menciptakan kader - kader Alawiyin sebagai insan dan pemimpin yang berakhlaqul karimah, menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
• Tujuan
Meningkatkan kesejahteraan lahir batin Ummat Islam Indonesia umumnya dan Keluarga Alawiyin khususnya.
Susunan Pengurus
SUSUNAN KEPENGURUSAN
RABITHAH ALAWIYAH PERIODE 2006-2011
Dewan Penasehat
Ketua : Hb. Abdurrahman Syech Alatas
Anggota :
- Hb. Dr. Syechan Syaukat Syahab
- Hb. Umar Muhammad Muclahela
- Hb. Dr. Quraisy Syahab
- Hb. Husein Ali Alatas
- Hb. Ali Abdurrahman Assegaf
- Hb. Abdurrahman Muhammad Al-Habsyi
- Hb. Abdul Kadir Muhammad Al-Haddad
- Hb. Dr. Salim segaf Al-Jufri
- Hb. Muhammad Assegaf, SH.
Dewan Pengawas
Ketua : Muhsein Muhdhor Khamur
Wakil Ketua : Kadzim Salim Al-Hiyed
Anggota :
- Ja'far Al-Haddar
- Ahmad AR. Massawa
- Muhammad Husein Assegaf
- Ketua Jamiat Kheir
- Ketua Daarul Aitam
Dewan Pengurus
Ketua Umum : Zen Umar Smith
Wakil Ketua Umum : Muhsin Idrus Al-Hamid
Ketua : Muhammad Rizik Syahab
Ketua : Ahmad Abdullah Al-Kaff
Ketua : Ahmad Fahmi Assegaf
Ketua : Ismet Abdullah Al-Habsyi
Sekretaris Umum : Umar Ali Az-Zahir
Wakil Sekum : Idrus Alwi Al-Masyhur
Bendahara Umum : Abdulkadir Abdullah Assegaf
Wakil Bend. Umum : Ahmad Umar Muclahela
Bidang Pemberdayaan Usaha :
- Ahmad Riyadh Al-Khiyed
- Naufal Ali Bilfaqih
Bidang Kesejahteraan dan Sosial :
- Abubakar Umar Alaydrus
- Husein Muhammad Al-Hamid
Bidang Pemberdayaan Pemuda Dan Wanita :
- Abdurrahman Alaydrus
Bidang Informasi dan komunikasi :
- Faisal Assegaf
Bidang Organisasi :
- AbdurrahmanAK. Basurrah
Bidang Pendidikan :
- Muhammad Anis Syahab
- Muhammad Idrus Al-Hamid
- Toha Hasan Al-Habsyi
Bidang Dakwah :
- Jindan Naufal Djindan
- Muhammad Vad'aq
- Muhammad Ridho bin Yahya
Program Kerja
I) Maktab Daimi
1.1.Upaya menjadikan Maktab Addaimi satu-satunya lembaga nasab Alawiyin
1.2.Pemutahiran data Alawiyin
1.3.Pelatihan Kader pelestarian Nasab
II) Keagamaan
2.1.Memfasilitasi para Dai Alawiyin dalam kegiatan dakwah di daerah (Cabang)
2.2.Mendokumentasikan kegiatan para Dai yang berkualitas sebagai media dakwah
2.3.Menjadikan potensi seremonial kegiatan keagamaan sebagai media silaturahmi dan pembahasan masalah-masalah aktual.
III) Pendidikan & Kesejahteraan
3.1.Menerbitkan buku panduan untuk menumbuhkan ghiroh Alawiyin
3.2.Memfasilitasi forum komunikasi lembaga pendidikan milik alawiyin minimal satu tahun sekali
3.3.Pemberian beasiswa bagi pelajar/mahasiswa Alawiyin berprestasi yang tidak mampu
3.4.Mengupayakan peluang beasiswa pendidikan dari lembaga Luar negeri
3.5.Meningkatkan pemanfaatan website Rabithah Alawiyah ( www.rabithah.net)
dan email (sekretariat@rabithah.net)dalam pemberian informasi peluang kerja dan usaha dari dan ke seluruh cabang .
IV) Pendanaan
4.1.Mengaktifkan donatur tetap
4.2.Meningkatkan penerimaaan Zakat,infaq,Shadaqah
4.3.Mendirikan badan usaha/koperasi
4.4.Mengusahakan bantuan dari luar negeri
REKOMENDASI
1. Mendokumentasikan manuskrip dari Alawiyin
2. Mendirikan perpustakaan Ke-Islaman
3. Turut serta dalam pembentukan Rabithah Islamiyah Indonesia.
4. Berperan aktif dalam kegiatan Organisasi Islam
5. Mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi program kerja minimal 2 tahun sekali
Jan 6, 2008
Pernyataan DPP Rabithah Alawiyah
Pernyataan DPP Rabithah Alawiyah
Dalam menangani dan menghadapi tantangan Wahhabi, jangan pula kita lupa satu lagi virus yang amat berbahaya kepada umat Islam, bahkan mungkin lebih bahaya dari Wahhabi, yang boleh menjerumuskan umat ke arah kesesatan dan kebinasaan. Syiah tidak kalah dengan Wahhabi dalam memusuhi dan membunuh Ahlus Sunnah wal Jamaah. Bahkan terdapat kalangan mereka yang terkenal melakukan pembunuhan demi mencapai cita-cita dan hasrat mereka. Sudah tidak menjadi rahsia bahawa kejatuhan Daulah 'Abbasiyyah di Baghdad juga akibat pengkhianatan puak Syiah. Siapa tidak tahu mengenai Nashiruddin ath-Thusi yang sanggup bersekongkol dengan pihak Monggol untuk membunuh kaum Muslimin. Janganlah kerana layap leka mengagungkannya sebagai seorang ahli astronomi dan saintis, maka kita lupa kepada jenayah dan pengkhianatannya terhadap umat ini. Kita tidak tahu entah berapa ramai orang Ahlus Sunnah wal Jamaah telah dibunuh mereka, bahkan sehingga kini Ahlus Sunnah masih ditindas di Iran yang dahulunya adalah negara Ahlus Sunnah. Slogan perpaduan, "la Syiah wa la Sunnah", adalah seumpama slogan puak Khawarij sewaktu memerangi Baginda 'Ali r.a. iaitu perkataan yang benar tetapi tujuannya adalah kebatilan. Jika tidak ada perbezaan antara Sunnah dengan Syiah, maka kenapa perlu kamu wahai Syi`i menyebarkan fahaman kamu dalam negeri kami yang penduduknya telah sekian lama berada di bawah naungan 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah? Allahu ... Allah, sungguh Syiah sama dengan Wahhabi, sama-sama memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan mereka akan menindas bahkan membunuh Ahlus Sunnah wal Jama`ah apabila dapat berbuat sedemikian. Siapakah kita ini, jika para sahabat yang mulia juga tidak lepas dari kebencian puak tersebut. Waspadalah wahai Sunniyyun.
Kepada keturunan habaib yang kami cintai, janganlah terpengaruh dengan dakyah puak Syiah yang kononnya mencintai kamu. Sungguh kecintaan mereka itu hanya tipuan semata. Berpeganglah kamu kepada jangan para salaf kamu yang mulia agar kalian dapat kami jadikan panutan sebagaimana leluhur kamu terdahulu. Dalam satu pernyataan daripada Dewan Pengurus Pusat (DPP) Rabithah Alawiyah tentang perselisihan Sunni - Syiah dinyatakan antara lain:-
Surat pernyataan dari para ulama, munsib dan tokoh-tokoh keluarga Abi Alawi di Hadramaut dan al-Haramain mengenai urusan seputar Rabithah Alawiyah yaitu "Agar tetap kokoh dan istiqomah di atas fondasi, aturan-aturan dan Anggaran Dasar yang telah disusun oleh para pendiri dan kepengurusan Rabithah Alawiyah terdahulu yang berjalan di atas Thariqah Ahlu Sunnah Wal Jamaah al-Asy`ariyah, mengakui dan mengikuti madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali).
Diharap para habaib kita akan terus menjaga jalan para leluhur mereka. Dengan itu, tetaplah kemuliaan berada bersama mereka dan sentiasalah mereka menjadi ikutan dan panduan para muhibbin.
Posted at 08:32 pm by ahlulbait
2009 Januari 15 10:00
Mohon share
Posting Komentar