Minggu, Juli 27, 2008
NYERI DADA
Konsultasi Kesehatan
Diasuh Oleh Dr.Abdullah Abdulkadir BSA
PERTANYAAN
Dokter, Saya pria usia 45 th , sering nyeri dada sebelah kiri bawah yg saya alami selama 1 bulan lamanya, yg ingin saya tanyakan apakah ini gejala dr penyakit jantung(Ahmad Jamalulail,Jember)
JAWABAN.
Bapak Ahmad yg terhormat, setiap nyeri dada di sebelah kiri bawah, kita mesti waspada terhadap penyakit jantung, ttp tdk selalu pyk jantung, bias krn sebab lain, misalnya nyeri dr lambung [skt maag], dr paru paru, dr saluran makanan [oesophgus], atau nyeri otot dada tepat diatas jantung.
Nyeri oleh krn penyakit jantung atau yg sering disebut PENYAKIT JANTUNG KORONER, biasanya memberi gejala khas, nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk/diperas/panas dan menjalar kelengan kiri , leher atau ke punggung kiri, yg biasanya timbul saat aktifitas, sering juga saat istirahat. Kalau bpk Ahmad merasakan gejala seperti ini maka sebaiknya segera konsultasi ke dokter terdekat, sebaiknya dokter bag jantung.
Ada beberapa factor resiko dan pencetus terjadinya PJK, Foktor resiko ; 1.Obesitas.2 kadar lemak darah yg tinggi. 3.tekanan drh tinggi. 4.Merokok. 5.Emosi. 6.Diabet.
Faktor pencetus;1.Emosi atau ster. 2.kerja fisik terlalu berat. 3. makan terlalu banyak.4. merokok.
Untuk menghindari terjadinya PJK, sebaiknya kita menghindari factor resiko, gaya hdp sehat, olah raga teratur, dan bila sdh terkena pjk, maka sebaiknya ikuti anjuran dokter anda.
Label:
Konsultasi Kesehatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Kopi Bikin Dada Perempuan Mengecil
Amelia Ayu Kinanti – detikhot
Jakarta Konsumsi kopi ternyata berdampak pada bentuk tubuh perempuan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa konsumsi kopi dapat membuat ukuran dada perempuan lebih kecil.
Penelitian itu dilakukan oleh para peneliti asal Swedia dari Universitas Lund. Adalah Helena Jernstrom, seorang ahli tumor yang memimpin penelitian. Awalnya penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh kopi bagi para perempuan.
Hasilnya cukup menggembirakan. Karena ternyata konsumsi kopi tiga cangkir sehari dapat mengurangi risiko kanker payudara pada perempuan. Namun dalam penelitian itu, bukan hanya hal tersebut yang di dapat. Dalam penelitian tersebut juga terungkap bahwa kopi mempengaruhi ukuran dada perempuan. Demikian kutip detikhot dari Thelocal, Selasa (21/10/2008).
Dari penelitian terungkap bahwa kopi juga bisa membuat ukuran dada perempuan lebih kecil. Perempuan dengan berat badan yang normal namun memiliki payudara yang besar biasanya memiliki jumlah Mammary Gland (zat penghasil susu .red) yang banyak. Jumlah mammary gland tersebut yang biasanya menaikkan risiko kanker payudara.
Konsumsi kopi secara teratur dapat mengurangi jumlah mammary gland tersebut. Namun hal tersebut otomatis juga membuat ukuran payudara jadi lebih kecil.(kee/eny)
Bukan hanya labelan
SOFYAN HARAHAP
WASPADA ONLIE
MEDAN - Menteri Koperasi dan UKM, Surya Dharma Ali mengatakan, produk halal sebaiknya diberi sertifikasi registrasi yang tercetak dalam package produk itu sendiri, bukan hanya labelan seperti saat ini.
Menteri mengatakan hal itu ketika mengunjungi laboratorium Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan di Jalan Nusantara/Amaliun Medan menjelang bertolak ke Jakarta, Minggu (21/9), usai shalat Shubuh.
Menteri didampingi Gubsu H Syamsul Arifin, SE bersama Ketua Komisi VIII DPR RI Hasrul Azwar dan Kaban Infokom Provsu Drs Eddy Sofiyan, MAP. Rombongan menteri disambut Ketua Umum MUI Kota Medan Prof Dr HM Hatta, Direktur LP POM MUI Medan Prof dr H Aznan Lelo, Ph.D, SpFK, Ustadz H Zulfiqar Hajar dan pengurus MUI lainnya.
Menteri mengatakan, laboratorium MUI Medan ini sangat bermanfaat bagi kepentingan umat Islam mayoritas di negara ini.
‘’Laboratorium ini memeriksa produk makanan, minuman, kosmetika, obat-obatan, kulit sepatu, tas dan lainnya untuk mengetahui halal atau tidak produk-produk itu,’’ ujarnya.
Menurut menteri, pemerintah bersama DPR sedang menggodok UU sertifikasi halal yang nantinya dapat menjadi payung hukum yang kuat bagi MUI sendiri. Menteri juga mengatakan tentang masih banyaknya produk-produk tanpa label halal di pasaran.
‘’Produk tanpa label itu hendaknya diberi tanda. Produk tidak halal itu jangan berdekatan dengan produk halal, apalagi disatukan,’’ ujarnya.
Ketua Komisi VIII DPR RI Hasrul Azwar mengatakan dari 2 juta lebih produk di pasaran Indonesia hanya 2.000 yang berlabel halal.
‘’Saat ini kita sedang memperjuangankan UU tentang sertifikasi halal suatu produk yang selama ini UU belum ada. Dan ini nantinya dapat menjadi payung hukum bagi MUI,’’ tandasnya.
31 produk disertifikasi
Sementara itu, Ketua Umum MUI Kota Medan Prof Dr HM Hatta mengaku kesulitan memeriksa produk tanpa adanya payung hukum yang kuat. ‘’Kita bersyukur pemerintah dan DPR RI saat ini sedang membahas masalah sertifikasi halal ini untuk dibuat UU,’’ ujarnya.
Hatta mengatakan, MUI Medan telah memberi sertifikasi terhadap 31 produk yang beredar di daerah ini. Ini jauh dari harapan, karena jutaan produk lainnya masih bebas beredar tanpa label halal.
“Ini terjadi karena masih lemahnya sosialisasi tentang sertifikasi halal suatu produk dan tidak adanya kekuatan hukum, beda dengan negara Malaysia atau Singapura,” ujarnya.
Menurut Hatta, di Singapura jika ada produsen mengedarkan produk tanpa sertifikasi halal di suatu daerah yang mayoritas muslim dikenakan sanksi berupa denda uang atau penjara.
Walaupun nantinya Undang-Undang Sertifikasi disahkan di Indonesia, produk-produk tersebut hanya diberikan label halal saja.
‘’Kita selaku umat Islam sangat mengharapkan produk haram atau mengandung lemak babi juga diberi tanda label haram atau tidak halal,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, hal itu sulit terjadi karena contohnya masih banyak produk beredar di Indonesia mengandung lemak babi seperti slongsong kapsul obat dari luar negeri atau insulin. Kedua produk ini memang berasal dari makhluk hidup (babi).
[win]
Sururin, M.Ag
Khitan (Sunat) Perempuan: Budaya, Agama, dan Kesehatan
Rabu, May 14, 2008 19:35:20
Tradisi khitan anak perempuan barangkali sudah setua sejarah manusia itu sendiri, sebab ia banyak ditemukan dalam sejarah agama–agama sebelum Islam, misalnya Yahudi dan sebagian Kristen. Seiring dengan itu, para pemeluk agama ini meneruskan ritual itu hingga sekarang. Kendati tak semua pemeluk agama melakukannya, karena khitan sendiri mengandung perdebatan di dalamnya, tetap saja agama menjadi satu dorongan kuat untuk melakukannya. Praktek khitan perempuan atau sudah ada sejak jaman sebelum masehi. Penelitian anthropologi menunjukkan bahwa praktek tersebut sudah ada pada mummi perempuan Mesir yang justru ditemukan pada golongan kaya dan berkuasa, bukan dari rakyat jelata pada abad ke-16 SM. Ahli antropologi menduga pada jaman kuno sunat untuk mencegah masuknya roh jahat melalui vagina. Khitan pada mummi itu memiliki tanda clitoridectomy (pemotongan yang merusak alat kelamin). Selain ditemukan pada bangsa Mesir, khitan juga sudah menjadi tradisi bangsa-bangsa di lembah Nil; yakni Sudan, Mesir dan Eithopia. Bagaimana dengan di Indonesia? Dari penelitian Population Council yang didukung oleh USAID untuk meneliti praktik khitan perempuan di Indonesia memperlihatkan, khitan di Indonesia tidak seperti di Sudan yang menghilangkan seluruh klitoris dan menjahit rapat-rapat vagina. Di daerah Banten, Gorontalo, Makassar, Padang Sidempuan, maupun daerah lainnya ternyata praktik khitan perempuan amat beragam. Meski tidak seperti praktik di Sudan, namun banyak keluhan yang diterima dari kaum perempuan, mereka kehilangan kepuasan seksual, padahal ajaran Islam menegaskan istri adalah pakaian bagi suami dan sebaliknya," katanya. Lebih jauh, khitan bagi perempuan di Indonesia sudah menjadi bagian pembicaraan dunia sehingga pemerintah tak bisa mengelak. Sebagai bagian dari masyarakat dunia di era globalisasi ini, Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari ketentuan WHO tentang masalah khitan bagi perempuan yang tidak memperbolehkannya. Walaupun sampai saat ini masyarakat tak sepenuhnya taat kepada aturan WHO. Pemerintah Indonesia sendiri mengambil kebijakan WHO (Badan Kesehatan Dunia) untuk tidak membolehkan adanya ketentuan khitan bagi perempuan karena dinilai bertentangan dengan HAM. "Namun, pemerintah juga tidak langsung bisa melarang kaum Muslim sebab dalam kenyataannya ketentuan khitan bagi perempuan tetap berjalan di masyarakat malah diyakini sebagai kewajiban minimal sunah Nabi Muhammad. Khitan Dalam Perspektif Agama Bagaimana sebenarnya sudut pandang agama dan medis memandang khitan itu? Tak luput budaya yang ada dibelakanganya. Sebab, faktanya khitan di banyak tempat tak sama cara melakukannya, bisa jadi sangat mempertimbangkan medis namun bisa jadi sebaliknya berbahaya secara medis. Tak heran dengan melihat fakta-fakta yang berkembang dan sejumlah alasan lainnya Departemen Kesehatan kemudian secara resmi menyerukan pelarangan khitan perempuan pada tahun 2005. Dalam al-Quran satu-satunya dalil yang sering dirujuk dan menjadi sandaran khitan bagi laki-laki maupun perempuan adalah al-Nisa; 125 juga al-Nahl 123 dimana sunat atau khitan dipandang sebagai millah Ibrahim. Padahal menurut Dr. Akhmad Luthfi Fathullah, bukan ayat–ayat itu yang menjadi sandaran khitan namun dari hadits-hadits Nabi Saw. Misalnya, dalam hadis yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, dll. ditegaskan, "Lima perkara yang merupakan fitrah manusia yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu sekitar kemaluan), mencukur bulu ketiak, menggunting kuku, dan memendekkan kumis". "Dalam hadis lain dinyatakan khitan merupakan sunah bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan. Namun, hadis ini termasuk hadis da'if atau lemah sebab ada periwayatnya yang diragukan, malah ada yang memasukkan sebagai perkataan Ibn Abbas bukan Nabi," jelasnya. Demikian pula dengan hadis "Dari Ummi Atiyah diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang khitan lalu Rasulullah berkata kepada perempuan tersebut 'Jangan berlebihan, sesungguhnya hal itu lebih baik/disukai perempuan dan lebih disenangi lelaki'". Hadis ini juga dimasukkan oleh Abu Dawud sebagai hadis dha'if dan mursal karena ada perawi yang tidak dikenal hingga tidak kuat dijadikan dasar hukum," katanya. Kata kemuliaan untuk perempuan sebagaimana dalam hadits pertama di atas menurut ulama tidaklah wajib bahkan tidak sampai tingkat sunah (yang dianjurkan). Sementara itu Sayid Sabiq, penulis Fiqh al-Sunnah, seolah menguatkan hadit-hadits di atas berpendapat bahwa semua hadits yang berkaitan dengan perintah khitan anak perempuan adalah dhaif (lemah dan ntak satupun yang sahih. Di Indonesia, alasan kuat akan praktek khitan perempuan adalah pendapat dari ulama madzhab Syafii yang mewajibkannya, meskipun yang dimaksud adalah khitan laki-laki dan bisa dikaitkan dengan khitan perempuan. Alasannya, khitan perempuan merupakan kewajiban, ibadah dan syiar agama. Sementara menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki menyatakan khitan bagi perempuan adalah sebatas kehormatan, namun bagi Imam Syafii dan Imam Hanbali mewajibkannya. "Masalah waktu khitan tidak ada perbedaan antara khitan bagi laki-laki dan perempuan yaitu tujuh hari setelah dilahirkan atau hari 14 sampai hari ke-40," katanya. Akhmad Luthfi juga melakukan kajian terhadap empat imam mazhab, lalu menyimpulkan hukum khitan bagi perempuan adalah mubah hingga bisa menjadi sunah bahkan wajib, namun bisa juga menjadi makruh dan haram. "Dengan kedudukan hukum sebagai mubah atau kehormatan, maka tergantung situasi di dalam pelaksanaannya. Apabila ada sesuatu yang memaksa untuk dikhitan, bisa menjadi sunah atau wajib. Akan tetapi, khitan perempuan bisa makruh, malah haram apabila cara dan alatnya tidak benar," ujarnya. Khitan Secara Medis Apa sebenarnya yang dilakukan pada anak perempuan ketika dikhitan? Banyak type khitan dan sangat bermacam menurut budayanya. Di Indonesia barangkali paling ringan, sebab di tempat lain menyunatnya bisa berlebihan dan menimbulkan luka berbahaya. praktek sunat perempuan yang diserupakan dengan sunat pada laki-laki. Karena klitoris merupakan "kembaran" penis, maka kulit di sekitar klitoris juga harus dibuang, seperti membuang preputium. Bahkan ada yang sampai memotong klitorisnya itu sendiri. "memotong kulit di sekitar klitoris" (yang sejenis dengan preputium pada penis) merupakan tipe paling ringan. Khitan perempuan dibagi dalam dua kelompok yakni clitoridectomy dengan menghilangkan sebagian atau lebih dari alat kelamin luar yang termasuk di dalamnya menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan sebagian bibir kecil vagina (labia minora). adalah infibulation dengan menghilangkan seluruh klitoris serta sebagian atau seluruh labia minora lalu labia minora dijahit dan hampir menutupi seluruh vagina. Bagian terbuka disisakan sedikit sebesar batang korek api atau jari kelingking untuk pembuangan darah menstruasi dan saat perempuan menikah dipotong atau dibuka lagi. Tindakan ini tidak dikenal sama sekali dalam dunia medis. Pemotongan atau pengirisan kulit sekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat merugikan. Tidak ada indikasi medis untuk mendasarinya. Seorang bidan di Jawa Barat pernah mengulas tentang hal ini karena menemukan bekas-bekasnya pada pasiennya. Kenyataannya memang ada kelompok yang meyakini bahwa anak perempuan pun diwajibkan menjalani khitan. Dan praktek tersebut dilakukan juga, bahkan di pusat-pusat pelayanan kesehatan. Praktek Khitan di Indonesia Menurut dr. Tonang Dwi Ardyanto, khitan yang dilakukan adalah membuat perlukaan kecil pada daerah klitoris. Bahkan, banyak yang hanya mempraktekkan “sunat psikologis” dimana sekedar ditoreh sedikit dengan ujung jarum, keluar setetes darah, dan orang tua pasien sudah puas. Bahkan kadang, seperti yang juga saya lakukan selama bekerja di klinik Ibu-Anak dulu, hanya di”sandiwara”kan dengan meneteskan cairan antiseptik sewarna darah, yang sekaligus diteruskan dengan pembersihan daerah sekitar klitoris. Menurut pengalamannya, praktek khitan perempuan bukan hanya monopoli orang yang berpendidikan rendah tapi juga dilakukan oleh keluarga muda, sarjana, bekerja dan hidup di perkotaan. Mereka justru bersemangat melakukan terhadap anaknya, bahkan meski mereka sendiri di masa kecilnya tidak mengalaminya. Semangat menjalankan agama nampaknya berpengaruh dalam hal ini. Secara medis yang menjadi keprihatinan ialah kalau sunat itu dilakukan dengan jarum, gunting atau alat-alat yang tidak steril dan menimbulkan gangguan kesehatan. Dr. Tonang menambahkan bahwa perilaku sehat harus ditanamkan, bukan saja soal boleh atau tidak bolehnya khitan pada perempuan dilakukan. Jika tenaga medis atau ahlinya tidak mau melakukan khitan bisa jadi masyarakat akan lari ke tempat praktek-praktek non medis yang tidak bersertifikat dan justru berakibat fatal pada kesehatan. Jika WHO secara resmi tidak membolehkan praktek khitan pada perempuan European Journal of Obstetrics and Gynecology bulan Oktober 2004 lalu menganalisa bahwa usaha terbaik untuk mengatasi praktek sunat perempuan harus berupa pendekatan yang non-direktif, sesuai dengan kultur lokal dan dari banyak sisi (multi-factes). Wujudnya berfokus pada peranan kelompok masyarakat itu sendiri dalam mensikapi praktek khitan dengan muaranya adalah munculnya keputusan mandiri, bukan atas program dari luar. Pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa pendekatan legal-formal secara direktif justru menimbulkan resistensi. Bisa dibayangkan kalau tenaga medis benar-benar dilarang “melayani” khitan perempuan, bukankah justru membuka lebih lebar peluang praktek secara “tradisional”. Kenya adalah sebuah contoh bagaimana melalui medikalisasi secara perlahan bisa dicapai pemahaman masyarakat yang lebih proporsional soal khitan perempuan Sebagian masyarakat memang tetap menganggapnya sebagai kewajiban, tetapi kepedulian terhadap risiko kesehatan membuat mereka lebih berhati-hati. Wujudnya dengan memilih tipe khitan yang berisiko minimal (tipe paling ringan atau sekedar sunat-psikologis), bahkan masih ditambah meminta injeksi anti-tetanus sebagai tindakan pencegahan. Penggunaan jarum, pisau atau gunting oleh tenaga medis disamping prosedur tindakan yang memenuhi prinsip aseptik dan anti-septik, tidak bisa dibantah akan meminimalkan risiko kesehatan. Bukankah ini juga yang dikehendaki bersama? Yang harus diatur, menurut penulis, justru tidak boleh ada praktek sunat perempuan bukan oleh tenaga yang tersertifikasi. Selanjutnya kepada tenaga medis diterbitkan aturan standar praktek sunat perempuan, dengan mengacu pada risiko minimal. Bukankah alasan ini pula yang mendasari sikap Depkes soal pengaturan tindakan aborsi? Lebih jauh lagi, para tenaga medis bisa memberikan banyak penjelasan soal kesehatan reproduksi, terutama bagi perempuan. Para orang tua lebih bisa menerima penjelasan ini, karena tenaga medis tidak harus menunjukkan “resistensi” terhadap keinginan mereka memenuhi kewajiban khitan bagi anaknya. Kondisi positif seperti ini justru tidak bisa diperoleh kalau pelayanan sunat perempuan oleh tenaga medis di larang pemerintah. Bahkan tidak jarang usaha penyuluhan dianggap sebagai usaha merusak kebudayaan lokal. Kita sebenarnya memiliki banyak pengalaman soal pendekatan yang culture-spesific misalnya mensikapi kebiasan footbinding (gedhong, bedhong) terhadap kaki bayi-bayi yang dulunya juga dilandasi soal “kemuliaan perempuan”. Secara perlahan orang tua lebih proposional memandang kebiasaan tersebut dengan pemahaman yang tepat. Sementara itu, pendekatan (multi-factes) harus melibatkan pihak-pihak seperti organisasi keagamaan, mengingat bagaimanapun itu alasan yang mendominasi praktek khitan perempuan di Indonesia, agar diperoleh titik temu tentang khitan perempuan. Kurikulum kesehatan reproduksi yang marak diusulkan juga wahana yang baik untuk mendidik pemahaman masyarakat. Muara dari langkah tersebut, pada akhirnya masyarakat akan mampu membuat keputusan sendiri soal sunat perempuan. Dalam proses menuju ke sana, tindakan seperti melarang tenaga medis melayani sunat perempuan, hanya akan menjadikan batu sandungan. Alih-alih mampu menghentikan, bukan tidak mungkin justru menjadi bumerang . Karenanya, instansi pemerintah dalam hal in, Depkes dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan harus lebih bijak menangani ini, bahkan menurut Kandepag Banda Aceh, Marwan Usman mengatakan dengan kalau menyerukan larangan khitan perempuan, berarti ia melanggar agama. Sikap-sikap masyarakat lebih mutlak untuk dipelajari dalam rangka menanamkan perilaku dan hidup sehat lebih dari sekedar mensosialisasikan isu pelanggaran HAM atas praktek khitan perempuan (AN)
« Kembali ke arsip Artikel
Poskan Komentar Di: Rabithah Alawiyah Jember
Visi dan Misi
AZAS, VISI, MISI dan TUJUAN, Dalam Anggaran Dasar telah dinyatakan bahwa organisasi ini mempunyai Azas, Visi, Misi dan Tujuan sebagaimana ditetapkan dalam Muktamar,yaitu:
• Azas
Rabithah Alawiyah dibangun dengan azas Islam yaitu berpegang kepada Alquran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW, sebagai kelanjutan dari apa yang diwariskan oleh tokoh Alawiyin pendiri Arrabitatoel al-Alawijah, sesuai dengan Thariqah Alawiyah. Menerima Pancasila sebagai azas Negara RI.
• Visi
Menjadi wadah penggerak dan pemersartu Alawiyin di Indonesia.
• Misi
Membina Ukhuwah Islamiyah, meningkatkan kesadaran dan peran serta Alawiyin dalam kehidupan bermasyarakat , menciptakan kader - kader Alawiyin sebagai insan dan pemimpin yang berakhlaqul karimah, menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.
• Tujuan
Meningkatkan kesejahteraan lahir batin Ummat Islam Indonesia umumnya dan Keluarga Alawiyin khususnya.
Susunan Pengurus
SUSUNAN KEPENGURUSAN
RABITHAH ALAWIYAH PERIODE 2006-2011
Dewan Penasehat
Ketua : Hb. Abdurrahman Syech Alatas
Anggota :
- Hb. Dr. Syechan Syaukat Syahab
- Hb. Umar Muhammad Muclahela
- Hb. Dr. Quraisy Syahab
- Hb. Husein Ali Alatas
- Hb. Ali Abdurrahman Assegaf
- Hb. Abdurrahman Muhammad Al-Habsyi
- Hb. Abdul Kadir Muhammad Al-Haddad
- Hb. Dr. Salim segaf Al-Jufri
- Hb. Muhammad Assegaf, SH.
Dewan Pengawas
Ketua : Muhsein Muhdhor Khamur
Wakil Ketua : Kadzim Salim Al-Hiyed
Anggota :
- Ja'far Al-Haddar
- Ahmad AR. Massawa
- Muhammad Husein Assegaf
- Ketua Jamiat Kheir
- Ketua Daarul Aitam
Dewan Pengurus
Ketua Umum : Zen Umar Smith
Wakil Ketua Umum : Muhsin Idrus Al-Hamid
Ketua : Muhammad Rizik Syahab
Ketua : Ahmad Abdullah Al-Kaff
Ketua : Ahmad Fahmi Assegaf
Ketua : Ismet Abdullah Al-Habsyi
Sekretaris Umum : Umar Ali Az-Zahir
Wakil Sekum : Idrus Alwi Al-Masyhur
Bendahara Umum : Abdulkadir Abdullah Assegaf
Wakil Bend. Umum : Ahmad Umar Muclahela
Bidang Pemberdayaan Usaha :
- Ahmad Riyadh Al-Khiyed
- Naufal Ali Bilfaqih
Bidang Kesejahteraan dan Sosial :
- Abubakar Umar Alaydrus
- Husein Muhammad Al-Hamid
Bidang Pemberdayaan Pemuda Dan Wanita :
- Abdurrahman Alaydrus
Bidang Informasi dan komunikasi :
- Faisal Assegaf
Bidang Organisasi :
- AbdurrahmanAK. Basurrah
Bidang Pendidikan :
- Muhammad Anis Syahab
- Muhammad Idrus Al-Hamid
- Toha Hasan Al-Habsyi
Bidang Dakwah :
- Jindan Naufal Djindan
- Muhammad Vad'aq
- Muhammad Ridho bin Yahya
Program Kerja
I) Maktab Daimi
1.1.Upaya menjadikan Maktab Addaimi satu-satunya lembaga nasab Alawiyin
1.2.Pemutahiran data Alawiyin
1.3.Pelatihan Kader pelestarian Nasab
II) Keagamaan
2.1.Memfasilitasi para Dai Alawiyin dalam kegiatan dakwah di daerah (Cabang)
2.2.Mendokumentasikan kegiatan para Dai yang berkualitas sebagai media dakwah
2.3.Menjadikan potensi seremonial kegiatan keagamaan sebagai media silaturahmi dan pembahasan masalah-masalah aktual.
III) Pendidikan & Kesejahteraan
3.1.Menerbitkan buku panduan untuk menumbuhkan ghiroh Alawiyin
3.2.Memfasilitasi forum komunikasi lembaga pendidikan milik alawiyin minimal satu tahun sekali
3.3.Pemberian beasiswa bagi pelajar/mahasiswa Alawiyin berprestasi yang tidak mampu
3.4.Mengupayakan peluang beasiswa pendidikan dari lembaga Luar negeri
3.5.Meningkatkan pemanfaatan website Rabithah Alawiyah ( www.rabithah.net)
dan email (sekretariat@rabithah.net)dalam pemberian informasi peluang kerja dan usaha dari dan ke seluruh cabang .
IV) Pendanaan
4.1.Mengaktifkan donatur tetap
4.2.Meningkatkan penerimaaan Zakat,infaq,Shadaqah
4.3.Mendirikan badan usaha/koperasi
4.4.Mengusahakan bantuan dari luar negeri
REKOMENDASI
1. Mendokumentasikan manuskrip dari Alawiyin
2. Mendirikan perpustakaan Ke-Islaman
3. Turut serta dalam pembentukan Rabithah Islamiyah Indonesia.
4. Berperan aktif dalam kegiatan Organisasi Islam
5. Mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi program kerja minimal 2 tahun sekali
Jan 6, 2008
Pernyataan DPP Rabithah Alawiyah
Pernyataan DPP Rabithah Alawiyah
Dalam menangani dan menghadapi tantangan Wahhabi, jangan pula kita lupa satu lagi virus yang amat berbahaya kepada umat Islam, bahkan mungkin lebih bahaya dari Wahhabi, yang boleh menjerumuskan umat ke arah kesesatan dan kebinasaan. Syiah tidak kalah dengan Wahhabi dalam memusuhi dan membunuh Ahlus Sunnah wal Jamaah. Bahkan terdapat kalangan mereka yang terkenal melakukan pembunuhan demi mencapai cita-cita dan hasrat mereka. Sudah tidak menjadi rahsia bahawa kejatuhan Daulah 'Abbasiyyah di Baghdad juga akibat pengkhianatan puak Syiah. Siapa tidak tahu mengenai Nashiruddin ath-Thusi yang sanggup bersekongkol dengan pihak Monggol untuk membunuh kaum Muslimin. Janganlah kerana layap leka mengagungkannya sebagai seorang ahli astronomi dan saintis, maka kita lupa kepada jenayah dan pengkhianatannya terhadap umat ini. Kita tidak tahu entah berapa ramai orang Ahlus Sunnah wal Jamaah telah dibunuh mereka, bahkan sehingga kini Ahlus Sunnah masih ditindas di Iran yang dahulunya adalah negara Ahlus Sunnah. Slogan perpaduan, "la Syiah wa la Sunnah", adalah seumpama slogan puak Khawarij sewaktu memerangi Baginda 'Ali r.a. iaitu perkataan yang benar tetapi tujuannya adalah kebatilan. Jika tidak ada perbezaan antara Sunnah dengan Syiah, maka kenapa perlu kamu wahai Syi`i menyebarkan fahaman kamu dalam negeri kami yang penduduknya telah sekian lama berada di bawah naungan 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah? Allahu ... Allah, sungguh Syiah sama dengan Wahhabi, sama-sama memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan mereka akan menindas bahkan membunuh Ahlus Sunnah wal Jama`ah apabila dapat berbuat sedemikian. Siapakah kita ini, jika para sahabat yang mulia juga tidak lepas dari kebencian puak tersebut. Waspadalah wahai Sunniyyun.
Kepada keturunan habaib yang kami cintai, janganlah terpengaruh dengan dakyah puak Syiah yang kononnya mencintai kamu. Sungguh kecintaan mereka itu hanya tipuan semata. Berpeganglah kamu kepada jangan para salaf kamu yang mulia agar kalian dapat kami jadikan panutan sebagaimana leluhur kamu terdahulu. Dalam satu pernyataan daripada Dewan Pengurus Pusat (DPP) Rabithah Alawiyah tentang perselisihan Sunni - Syiah dinyatakan antara lain:-
Surat pernyataan dari para ulama, munsib dan tokoh-tokoh keluarga Abi Alawi di Hadramaut dan al-Haramain mengenai urusan seputar Rabithah Alawiyah yaitu "Agar tetap kokoh dan istiqomah di atas fondasi, aturan-aturan dan Anggaran Dasar yang telah disusun oleh para pendiri dan kepengurusan Rabithah Alawiyah terdahulu yang berjalan di atas Thariqah Ahlu Sunnah Wal Jamaah al-Asy`ariyah, mengakui dan mengikuti madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali).
Diharap para habaib kita akan terus menjaga jalan para leluhur mereka. Dengan itu, tetaplah kemuliaan berada bersama mereka dan sentiasalah mereka menjadi ikutan dan panduan para muhibbin.
Posted at 08:32 pm by ahlulbait
2009 Januari 15 10:00
Posting Komentar